“Perang bisa dimulai dengan alasan apapun, tapi ujungnya selalu sama. Kehancuran peradaban. Yang hancur bukan hanya kota tapi harapan manusia. Maka di tengah dunia yang kembali bergolak, Indonesia harus bicara, harus hadir jadi jembatan bagi perdamaian. Karena kekuatan sejati bukan pada senjata, tapi pada keberanian untuk menghentikan kekerasan. Karena seperti kata John Kennedy, perang harus diakhiri sebelum ia mengakhiri kita semua,”
Eskalasi perang di kawasan Timur Tengah terus menunjukkan peningkatan. Konflik yang sebelumnya hanya terjadi antara Israel dan Palestina, kini melibatkan negara lain, Iran dan Amerika Serikat.
Semua berawal dari ulah Israel yang melancarkan serangan udara ke Iran pada 12 Juni 2025 dan menyasar fasilitas nuklir, serta pusat penyimpanan senjata bawah tanah negara beribu kota Teheran tersebut. Serangan Israel pun tak pelak membuat Iran membalas dengan mengirimkan pesawat nirawak serta ratusan rudal ke arah Israel, khususnya pusat penelitian dan kilang minyak Israel. Salah satu rudal Iran juga menghantam rumah sakit di Israel dan ini dianggap sebagai kejahatan perang, karena menyasar pelayanan kesehatan.
Atas alasan itu, Amerika Serikat membantu Israel turut menyerang Iran dan menyasar 3 fasilitas nuklir yang ada di Iran. Iran pun membalas keterlibatan AS dengan mengirim rudal ke pangkalan militer AS yang terletak di Qatar.
Upaya saling serang terus berlangsung dan menimbulkan kerusakan juga korban jiwa di kedua belah pihak, baik Iran dan Israel.
Secara mengejutkan, Presiden AS Donald Trump melalui unggahan media sosialnya, menyampaikan bahwa Iran dan Israel telah menyepakati gencatan senjata total yang akan mulai berlaku Selasa (24/6/2025) dini hari. Ia meminta kedua negara mematuhi gencatan senjata tersebut.
Tak lama dari dimulainya gencatan senjata, Israel melanggarnya dengan menembakkan rudal ke arah Iran. Iran membalas serangan Israel itu, sekalipun ada di tengah gencatan senjata. Donald Trump pun dibuat geram oleh ulah kedua negara tersebut, terutama Israel.
Pelanggaran kesepakatan sebagaimana dilakukan oleh Israel ternyata sudah bisa ditebak oleh banyak pihak. Termasuk oleh Anggota Komisi I DPR-RI dari Fraksi PKS, Sukamta.
Dalam program Satu Meja The Forum KompasTV (25/6/2025) bertajuk “Iran-Israel Gencatan Senjata, Krisis Global Mereda?”, Sukamta menyebut gencatan senjata tak akan memberi jaminan apapun. Konflik bisa terus terjadi, dan pelanggaran kesepakatan bukan hal yang mustahil dilakukan.
“Israel punya track record untuk selalu melanggar gencatan senjata. Dan saya kira gencatan senjata kali ini pun juga tidak ada jaminan bahwa tidak akan ada pelanggaran lagi,” kata Sukamta.
Ia justru curiga, Israel ingin menggunakan isu konflik dengan Iran untuk menutupi penjajahan yang masih terus mereka lakukan terhadap warga Gaza. Ketika Israel dan Iran saling adu kekuatan, perhatian dunia tertuju pada isu itu, dan perhatian ke Gaza teralihkan.
Padahal masalah utama Israel di Gaza belum berakhir, justru semakin brutal menurut Sukamta.
“Brutalisme yang terjadi ini ter-cover oleh huru hara Israel-Iran ini. Sementara ini persoalan belum selesai, boleh jadi nanti sewaktu-waktu Israel butuh lagi coverage atau butuh pengalihan perhatian, sangat boleh jadi nanti nyerang Iran lagi,” ujarnya.
Namun, meredanya situasi konflik bukan sesuatu yang mustahil. Pasalnya kedua belah pihak, baik Israel dan AS maupun Iran, menurutnya sudah sama-sama merasa menang atas perang 12 hari ini.
Amerika dan Israel merasa sudah bisa mengurangi ancaman dari Iran dengan memperlemah fasilitss nuklir dan mengurangi cadangan rudal balistik Iran. Sementara Iran juga sudah membalas ke Israel juga menembaki pangkalan militer AS di Qatar, dan Iran mendapat poin tersendiri untuk itu.
“Seperti dia (Iran) mendapatkan posisi di atas angin, heroik di mata dunia yang menentang Israel. kemudian pemerintah Iran juga mendapat support yang sangat luar biasa dari masyarakat. Jadi makin kuat,” ujar Sukamta.
“Sepertinya sekarang ini saat yang semua pihak ini mestinya merasa menang. Cuma memang lagi-lagi akar persoalannya kan belum tersentuh, sehingga boleh jadi nanti akan meledak setiap saat,” lanjutnya.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Ace Hasan Syadzily. Gencatan senjata bukanlah jaminan terciptanya kondisi yang aman. Pasalnya situasinya sangat dinamis, bukan hanya antar negara yang berkonflik, tapi juga situasi internal di masing-masing negara itu. Misalnya untuk melakukan suatu serangan, Amerika Serikat harus mendapat persetujuan dari kongres.
“Saya kira memang kita tidak bisa menduga, karena situasi global seperti sekarang ini kita tahu semua bahwa secara geopolitik penuh dengan ketidakpastian,” sebut Ace.
Tujuan perang tercapai?
Pengamat Militer Andi Wijayanto menilai ada alasan spesifik mengapa gencatan senjata tiba-tiba diserukan Trump, setelah perang 12 hari berlangsung antara Israel-Iran, dan AS terlibat di dalamnya.
Andi membaca, tujuan perang (war aim) yang dimiliki AS dan Israel telah tercapai, yakni menghentikan proses pengayaan uranium Iran agar tidak mencapai 90 persen yang memungkinkan negara itu membuat senjata nuklir sendiri. Setelah fasilitas nuklirnya hancur, maka, gencatan senjata pun diumumkan.
“Tujuan spesifiknya tercapai ketika 3 fasilitas nuklir (Iran) itu bisa dibombardir oleh serangan udara Amerika Serikat. Dengan penghancuran 3 fasilitas nuklir, asumsinya 600 kg yang pengayaan 20 (persen) dan 60 (persen) itu juga ikut hancur, maka Iran tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengayaan ke arah nuklir secara cepat dalam waktu 6 sampai 8 bulan ke depan. Setelah itu Iran akan dipastikan oleh Amerika Serikat dan Israel tidak lagi bisa melakukan pengayaan nuklir lebih dari 5 persen sampai 5 tahun ke depan,” papar Andi.
Sebagai tambahan, melakukan pengayaan uranium merupakan hak Iran sebagai negara anggota NPT atau Non-Proliferation Nuclear Treaty. NPT merupakan perjanjian internasional yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, mendorong kerja sama dalam penggunaan energi nuklir secara damai, dan memajukan tujuan perlucutan senjata nuklir secara menyeluruh.
Jika benar penghancuran proses pengayaan uranium Iran adalah tujuan perang yang dilakukan AS dan Israel, maka tujuan itu sudah tercapai. Namun Andi menyebut hal itu tidak lantas menghasilkan stabilitas apalagi perdamaian di antara pihak-pihak yang berperang.
“Tanpa ada kesepakatan antara Iran, Amerika Serikat, Israel, lalu melibatkan negara Arab, terutama Oman, Qatar, Arab Saudi, UAE tentang bagaimana Iran diizinkan melakukan pengayaan uranium, maka konflik ini akan berulang saja. Ini hanya menghasilkan satu masa jeda,” jelas Andi.

Duta Besar Indonesia untuk Iran 2012-2016, Dian Wirengjurit memiliki pandangan yang berbeda soal tujuan perang AS dan Israel terhadap Iran. Menurutnya bukan pengayaan uranium yang mereka sasar.
“Diragukan kalau itu pengayaan (uranium) yang dituju. Kalau dikatakan (lokasi pengayaan uranium) tidak tersentuh (rudal AS dan Israel) karena di dalam tanah, semua pengayaan pasti di dalam tanah. Dan itu harus melalui jeram yang namanya stream untuk pendinginan sentrifugalnya. Jadi kalau sekarang bom seperti itu menghancurkan (3 fasilitas nuklir Iran) seperti yang di TV-TV itu tidak ada (muncul) radiasi, buat saya, apa iya ada pengayaannya, kira-kira begitu,” ungkap Dian.
Dian memperkirakan bunker buster yang digunakan AS memang tidak berhasil menembus kedalaman fasilitas nuklir yang dimiliki Iran.
Melengkapi informasi itu, Andi menyebut kedalaman fasilitas nuklir Iran, misalnya di Fordo bisa mencapai 80 meter di bawah permukaan tanah. Sementara kemampuan bunker buster AS biasanya hanya bisa menembus kedalaman 60 meter.
“Jadi kalau satu banker buster tidak akan tembus, mungkin (akan dikerahkan) beruntun bunker buster-nya. Tapi sekali lagi, tidak ada sampai hari ini image yang keluar apakah dari satelit atau dari pesawat intai Amerika Serikat tentang hasil penghancuran tiga fasilitas nuklir tersebut,” ujar Andi.
Ketiadaan data ini juga disebut Andi membuat Israel terus melancarkan serangan pada Iran, meski AS sudah melakukannya. Tidak diketahui seperti apa wujud uranium yang sudah diperkaya di Iran setelah serangan AS terjadi
“Kalau Israel tetap ragu-ragu dengan hasil serangan Amerika Serikat kemarin, maka Israel mungkin melakukan tindakan unilateral. Tindakan unilateral yang paling kita khawatirkan adalah kalau Israel mengirimkan serangan darat pasukan khusus langsung ke 3 fasilitas nuklir tersebut,” kata Andi.
Tak hanya tidak ada citra dan data yang ditampilkan, hingga saat ini juga tidak ada laporan mengenai pancaran gelombang radioaktif sebagai efek dari peledakan 3 fasilitas nuklir Iran itu.
Padahal, gelombang radioaktif muncul dan begitu merusak lingkungan juga kehidupan manusia, saat terjadi ledakan nuklir di Fukushima dan Chernobil.
Sukamta juga turut mempertanyakan hal itu, ia tidak mengetahui dengan pasti apakah uranium yang dimiliki oleh Iran saat ini sudah mencapai level yang mencukupi untuk menjadi bahan senjata nuklir.
Terlebih, Iran masuk dalam NPT dan ada di bawah inspeksi International Atomic Energy Agency (IAEA), tidak seperti Israel yang tidak mau diinspeksi pengembangan nuklirnya. Sehingga Iran akan patuh dan tunduk dengan aturan yang berlaku di IAEA.
“Jadi rasanya memang agak aneh klaim-klaim itu (pengayaan uranium) dalam konteks kepatuhan Iran pada inspeksi IAEA,” kata Sukamta.
Dian menambahkan semua negara yang mempunyai senjata nuklir, termasuk yang di luar NPT seperti Israel, India, Pakistan, dan Korea Utara, pernah melakukan uji coba senjata nuklir dan berhasil. Sementara Iran belum pernah melakukannya.
“Sebuah reaktor tenaga nuklir, pembangkit tenaga nuklir membutuhkan pengayaan cukup 3,67. Sekarang saya mau tanya, Fukushima rusak karena bencana alam, radiasinya ke mana-mana. Chernobil pusat penelitian, pengayaan uraniumnya tidak lebih sekitar 3,67 juga radiasinya membuat kota kecil Chernobil dikosongkan sampai detik ini. Artinya apa sih? Kalau ada fasilitas namanya Fordo, Iswahan dan Nathan katanya dibom (dan tidak ada gelombang radioaktif, artinya tidak ada pengayaan uranium di sana),” papar Dian.
Leave a Reply