“Mereka itu mau sejahtera, bukan senjata, buat mereka sejahtera, jangan jawab dengan senjata. itu saja,”
โKepala Dewan Adat Papua Wilayah Doboray, Paul Finsen Mayor
Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang sungguh luar biasa oleh Sang Pencipta. Sayang, kekayaan alam itu belum bisa dikelola optimal dan manfaatnya belum benar-benar bisa dirasakan oleh rakyat yang tinggal di dalamnya.
Parahnya lagi, kekayaan alam mulai dari yang terhampar di darat, laut, hingga apa yang tertanam di perut bumi hanya menjadi arena permainan bisnis segelintir orang yang memiliki modal. Eksploitasi tambang, pembukaan lahan hutan, dan sebagainya dilakukan di banyak tempat demi memburu keuntungan.
Termasuk di Tanah Papua. Pulau Cenderawasih yang secara administratif kini terbagi menjadi 6 provinsi itu kini dibanjiri dengan kegiatan-kegiatan eksploitasi yang dibalut dengan istilah “Proyek Strategis Nasional” (PSN).
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Papua Barat Daya Paul Finsen Mayor. Sebagai aktivis sekaligus putra daerah asli Papua yang duduk di Senayan, Mayor kerap menerima aspirasi dari masyarakat terkait adanya program-program negara yang mengorbankan alam Papua untuk tujuan tertentu.
“PSN ini kan kalau kita lihat hampir 6 provinsi itu ada semua Program Strategis Nasional itu,”
Misalnya PSN pembukaan lahan untuk penanaman sawit di Pakua Barat Daya, penambangan di Papua Tengah, proyek swasembada beras dan jagung di Papua Selatan, dan sebagainya.
Hal-hal itu menurut pandangan Mayor hanya akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu, ia meminta Presiden Prabowo meninjau ulang proyek-proyek strategis nasional yang ada di Papua.
“Sekarang kan sudah ada mulai penolakan-penolakan. Saya terima aspirasi terus di daerah Kabupaten Sorong, Tambrauw, Maybrat itu kabupaten yang di Provinsi Papua Barat Dayaย itu yang katanya ada mau sawit lah, pertambangan lah dan mereka bungkus dengan istilah PSN. Sebaiknya itu ditinjau kembali,” Mayor menyarankan.

Ia mencontohkan ada seorang ibu di Papua yang mengaku tak bisa lagi pergi ke kebun dan mengambil hasil bumi untuk bertahan hidup. Kebunnya sudah diambil menjadi wilayah PSN. Ibu tersebut kemudian melumuri dirinya dengan lumpur dan menyampaikan protes di kantor bupati. Hanya itu uang bisa ia lakukan untuk menunjukkan protesnya.
Mayor mengatakan, ada isu sensitif di Papua yang bisa jadi menguat ketika masyarakat menyampaikan perlawanan atau ketidaksetujuan terhadap pemerintah pusat, yakni isu Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
“Takutnya kalau datang demo banyak-banyak, orang Papua semua muncul, nanti dibilang KKB lagi, separatis lagi,” ujarnya.
Selain mengundang banyak penolakan, PSN di Papua juga dipandang tak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat asli Papua. Mayor menyebut pemerintah hanya menggunakan lahan saja, tapi manfaatnya belum bisa dirasakan.
“Sampai hari ini saya belum lihat ada manfaatnya untuk masyarakat asli Papua. Hanya seperti dipakai lahan saja tapi manfaatnya sampai hari ini belum ada,” kata Mayor.
Terakhir, PSN tidak menghadirkan penambahan lapangan kerja yang signifikan bagi masyarakat asli Papua. Jadi, tiga alasan itu yang melatarbelakangi Mayor menyampaikan harapannya kepada Prabowo agar mengevaluasi PSN di Papua.
Aspirasi dan kerisauan masyarakat Papua menurutnya sudah ia suarakan di panggung legislatif Senayan. Kerisauan itu berhasil terdengar oleh pihak yang lebih luas mendapatkan jawabannya.
KKB di Papua…
Papua dikenal sebagai wilayah di ujung timur Indonesia dengan konflik horizontal yang masih kerap terjadi di dalamnya. Konflik terjadi baik akibat ulah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang ingin memisahkan diri dari NKRI, maupun karena keberadaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang seolah sulit di tumpas di Tanah Papua.
Mengapa hal itu bisa terus berlangsung, alasannya hanya satu menurut Mayor, yakni tiadanya keadilan bagi masyarakat Papua.
“Kita harus flashback kenapa mereka ribut, berarti pasti ada ketidakadilan. Maka kita harus ajak bicara mereka. Kalau kita ajak bicara pasti orang maulah. Intinya tidak ada ruang-ruang untuk diajak bicara,” jelas Mayor.
Coba ajak mereka ngobrol, ajak serta tokoh adat, tokoh agama, tokoh intelektual mereka. Tanyakan apa yang diinginkan, tawarkan solusi yang mungkin diberikan, sampai akhirnya dicapai kesepakatan.
Sekali lagi Mayor mengatakan, rakyat Papua hanya mau diajak berbicara, dianggap setara. Apalagi hidup mereka selama ini kurang sejahtera meskipun alamnya dianugerahi sumber daya yang kaya-raya.
“Mereka itu mau sejahtera, bukan senjata, buat mereka sejahtera, jangan jawab dengan senjata. itu saja” tegas Mayor.
Sejak tahun 2010 di bawah kepemimpinan Presiden SBY, sebenarnya pemerintah telah mengupayakan kesejahteraan bagi Papua dengan membuatkan Jalan Trans Papua. Semya itu diharapkan dapat memudahkan akomodasi transportasi logistik dan jasa di pulau itu.

Namun membuka jalan saja dinilai belum cukup. Jalan hanyalah satu di antara banyak kebutuhan dasar yang memang harus dipenuhi oleh pemerintah. Layaknya air, jembatan, listrik, itu adalah hal dasar yang memang selayaknya ada.
“Tapi kan ada yang lebih fundamental, pendidikannya, kesehatannya, lapangan pekerjaannya. Sampai hari ini, sampai saya dengan Bapak duduk di sini, itu belum dipenuhi,” ungkap dia.
Sebagai putra asli Palua, Mayor berharap harkat dan martabat orang Papua bisa setara dengan bangsa Indonesia yang berasal dari pulau dan wilayah lainnya. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Hilangkan diskriminasi, perlakukan mereka layaknya manusia. Terlebih negara ini menganut demokrasi, jadi jika ada pendapat dan aspirasi yang berbeda, seperti OPM, pemerintah hendaknya membuka ruang diskusi dan memberi kesempatan mereka berbicara. Dengan begitu, solusi terbaik diharapkan bisa didapati.
Papuan Roadmap
Terkesan tertinggal, Papua memang memiliki karakteristik wilayah yang mungkin berbeda dengan pulau-pulau besar lain di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, atau Sulawesi.
Papua sangat luas, kontur wilayahnya yang sulit, sebagian besarnya masih berupa hutan alam yang lebat, posisinya pun jauh di ujung timur dari pusat pemerintahan yang saat ini masih ada di Pulau Jawa. Semua itu mungkin menjadi alasan Papua tertinggal.
Namun, sebenarnya sudah ada jalan keluar yang dirumuskan oleh para cendekiawan di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) agar Papua bisa mengakselerasi tingkat kesejahteraannya. Mereka menyebutnya sebagai “Papuan Roadmap” atau Peta Jalan Papua.
Mayor menjelaskan, Papuan Roadmap adalah solusi untuk berbagai bidang kehidupan di Papua. Mulai dari ekonomi, politik, kesejahteraan, pembangunan, identitas, dan akar sejarah orang-orang Papua. Papua bergabung dengan Indonesia melalui proses Pepera (penentuan pendapat rakyat).
“Itu kan titik abu-abunya di situ. Makanya para profesor, doktor, guru-guru besar ini sudah buat kajiannya dan memberikan solusinya,” kata Mayor.
Sayangnya, kesimpulan dari Papuan Roadmap itu belum dijalankan oleh pemerintah. Bahkan, meski selalu digaungkan setiap tahunnya, Presiden seolah tak mau tahu dan tak mendengarnya. Padahal itu solusi yang sangat efektif untuk Papua.
Ia ingin Presiden menerima dan mengaplikasikan solusi yang sudah disusun oleh para akademisi. Agar hasil baik bisa segera dicapai untuk Papua.
“Saya pikir Pak Presiden, saya juga yang ada sebagai wakil rakyat, kita ikut saja apa yang sudah dibuat. Kita ajak bicara itu para profesor, biar ada solusi. Kalau selalu kita pakai konsep yang lain, nanti seperti sekarang ini, capek juga. Bukan Pak Presiden sendiri, saya pun sangat-sangat kelelahan dengan memikirkan itu,” pungkasnya.
Leave a Reply