“…masa BUMN itu ada di Papua, tapi orang lain yang datang jadi komisaris. Terus orang Papua dapat apa? Dapat tulang (saat) orang lain makan daging? Itu tidak adil menurut pandangan saya, itu diskriminasi terhadap orang asli Papua,”
โAnggota DPD dari Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor
Temuan sejumlah perusahaan penambangan nikel di pulau-pulau yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya sebagaimana disuarakan oleh organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia terus menjadi perbincangan nasional.
Polemik terus berkembang sekalipun Presiden Prabowo telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas 4 dari 5 perusahaan yang ada di pulau-pulau wilayah Kepulauan Raja Ampat. Karena hanya izin yang dicabut, namun secara administratif perusahaan-perusahaan itu masih tercatat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Terlebih, Pulau Gag yang menjadi lokasi 1 perusahaan yang IUP-nya masih aktif, PT Gag Nikel, merupakan pulau berukuran 6.000 hektar dan termasuk dalam kategori pulau kecil, di mana berdasarkan ketentuan undang-undang, kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan di sana.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor dalam siniar Back to BDM menyebut secara pribadi ia meras senang jika ada investasi dan kegiatan ekonomi besar yang masuk ke Tanah Papua, termasuk kegiatan eksploitasi semacam penambangan nikel ini.
Ia sama sekali tak keberatan, selama kegiatan itu tidak dilakukan di wilayah konservasi, cagar alam, geopark, atau wilayah-wilayah lain yang tidak diperuntukkan untuk ditambang.
Terlebih, jika kegiatan ekonomi itu bisa memberi dampak positif bagi masyarakat Papua, khususnya masyarakat sekitar Raja Ampat, misalnya membuka lapangan kerja dan menjadi jalan kesejahteraan warga setempat.
"Seperti (PT) Gag Nikel itu kan rata-rata orang yang kerja di situ orang dari luar Papua, 90 persen dari luar Papua. Orang asli Papua di situ kerja, 2022 itu saya ke sana cuma 3 persen. Semuanya dari luar, tapi nambangnya di dalam wilayah adat kita, Papua. Jadi menurut saya kehadiran PT Gag Nikel itu lebih untuk mengenyangkan orang lain daripada orang asli Papua itu sendiri," ujar Mayor. PT Gag Nikel berdasarkan penjelasan Mayor sudah ada sejak era 70-an dan dikelola oleh perusahaan Australia, di mana cara mereka mengelola tambang dan masyarakat sekitar sangat baik, jauh dengan apa yang ada saat ini, sejak tahun 2000-an, ketika pengelola beralih menjadi perusahaan dalam negeri.
“Dulu masyarakatnya diperhatikan dan orang-orang yang dibawa kerja di situ itu orang-orang di sekitar situ, yang di Pulau Gag dan pulau-pulau di sekitar situ, seperti Fam, Saukabu, dan beberapa kampung-kampung di situ, sampai ke masyarakat yang ada di Kota Sorong, ibu kota Provinsi Papua Barat Daya,” kata Mayor.
Menurutnya, masyarakat lokal harus diikutsertakan mengelola kekayaan bumi mereka sendiri. Pemerintah selaku pihak yang memberi izin pada perusahaan, seharusnya menghormati dan mengedepankan hukum adat yang ada di Papua. Suara dan pendapat para kepala adat harus menjadi pertimbangan utama sebelum memberikan izin pada pengusaha.

Papua adalah daerah khusus di mana adat masih sangat dijaga dan dihormati. Hal itu bahkan dijamin dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.
“Mereka ini dilindungi Undang-Undang Otonomi Khusus. Di pasal 43 itu jelas substansinya adalah perlindungan, penghormatan, keberpihakan, pemberdayaan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat Papua. Jadi, mereka harus dihormati, mereka harus didengar. Kalau tidak, ya tidak boleh,” sebut Mayor.
Sementara yang terjadi selama ini tidak demikian, izin tambang tiba-tiba diberikan Kementerian pada perusahaan tertentu tanpa mereka ketahui, maka penolakan pun bermunculan di tengah masyarakat. Bukan hanya tak dihormati keberadaannya sebagai masyarakat adat, mereka pun tak dilibatkan sebagai tenaga kerja, bahkan pembukaan penambangan itu juga hanya mendatangkan bencana ekologis bagi mereka.
Ia meyakini ada orang kuat dari Jakarta di balik semua pemberian perizinan ini. Orang kuat itu adalah pemain lama yang telah bergerak di bidang pertambangan, tak hanya di Papua, tapi juga pulau lainnya di Indonesia.
Boleh Tambang Nikel di Raja Ampat, Tapi…
Sebagai putra asli Raja Ampat, Mayor mengaku tak apa jika pada akhirnya kegiatan tambang tetap dijalankan di Pulau Gag, sekalipun bertentangan dengan aturan dalam undang-undang, karena bagaimanapun itu sudah menjadi keputusan Presiden. Sebagai warga negara ia harus mematuhinya.
“Karena itu sudah izin Pak Presiden Prabowo, saya percaya pasti Pak Prabowo punya cara bagaimana untuk bisa menolong masyarakat saya di Raja Ampat, karena beliau presiden kita. Pasti ada solusi,” Mayor menegaskan bukan dirinya yang mengizinkan, tapi Kepala Negara beerta jajarannya di Istana.
Meski menerima, namun sebagai wakil rakyat ia mengaku harus terus mencari solusi lain supaya keputusan Presiden yang sudah diambil tetap bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Mayor menyadari, tidak ada kegiatan penambangan yang tidak menimbulkan kerusakan. Namun baginya, kerusakan itu bisa diminimalisasi dengan cara melakukan penambangan sesuai dengan aturan dan memperhatikan keadaan lingkungan.
Jangan sampai penambangan dilakukan secara serampangan, sehingga kondisi alam sekitarnya terganggu sebagaimana terjadi di lokasi lain di Pulau Sulawesi.
Sungai yang semula mengalir jernih, banyak ikan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, bisa menjadi tempat wisata, setelah ada kegiatan tambang airnya berubah menjadi coklat keruh dan rusak. Tak lagi menarik, jauh dari kata asri dan alami.
Beberapa bagian di Raja Ampat, khususnya Pulau Gag dan wilayah perairan di sekitarnya memang sudah mengalami kerusakan. Pohon ditebangi menyisakan area tanah terbuka dan sumur-sumur tambang, sehingga jika hujan turun lumpur akan mengalir dan mencemari perairan sekitarnya.

Jadi, pada perusahaan-perusahaan yang sudah menimbulkan kerusakan alam itu, Mayor menuntut agar bertanggung jawab memperbaiki semuanya, bagaimana pun caranya.
“Kalau proses hukum itu urusannya Pak Presiden Prabowo, Ketua DPR Bu Puan, dan Kapolri. Silakan kalian proses. Tapi saya mau minta tolong, pemegang-pemegang sahamnya datang untuk perbaiki itu alam kami, karena 500 tahun pun belum tentu bisa kembali, (alam asri yang telah dirusak),” seru dia.
Khusus bagi PT Gag Nikel yang masih diberi izin usaha, Mayor memberi jalan tengah, win-win solution bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Jika ingin tetap beroperasi dan tidak diganggu, maka buka posisi kerja bagi orang asli Papua (OAP), baik mereka yang berasal dari Raja Ampat, Papua Barat Daya, maupun Tanah Papua secara umum, minimal 80 persen dari total posisi yang ada. Jangan lupa, tempatkan pula orang asli Papua dalam jabatan yang tinggi, seperti komisaris perusahaan.
“Iyalah, masa BUMN itu ada di Papua tapi orang lain yang datang jadi komisaris. Terus orang Papua dapat apa? Dapat tulang (saat) orang lain makan daging? Itu tidak adil menurut pandangan saya, itu diskriminasi terhadap orang asli Papua,” ungkap Mayor.
Ia menyebut siapa yang tak marah jika sumber daya alamnya dikeruk tapi masyarakatnya dibiarkan terpuruk.
Hal lain, dana pertanggungjawaban sosial atau social responsibility (CSR) yang jumlahnya besar mencapai ratusan miliar rupiah dan selama ini hanya sedikit yang tersalurkan ke masyarakat, harus diusut tuntas.
Berdasarkan hasil kunjungannya ke lapangan, Mayor menyebut beberapa kampung di sekitar Gag hanya diberi Rp10 juta per tahun per kepala desa. Selebihnya, mereka hanya diajak ke Semarang, Yogyakarta, dan beberapa kota lain untuk diberi pelatihan. Itu pun setelah komplain dilayangkan.
Semestinya, dana CSR yang melimpah bisa disalurkan dalam bentuk pelatihan bagi warga lokal, beasiswa bagi anak-anak Papua, sehingga mereka bisa menjadi sumber daya yang maju dan kompeten untuk mengelola kekayaan alamnya sendiri.
Ia menyebut, selama ini sulit bagi orang Papua untuk datang dan mendaftar kerja di PT Gag Nikel. Mereka tidak diterima, tidak juga diberi kesempatan.
Sebaliknya, bos-bos di perusahaan itu selalu membawa tenaga kerja dari luar Papua, baik untuk posisi tinggi bahkan posisi yang tidak memerlukan kompetensi teknis secara khusus seperti tukang gali got, tenaga kebersihan, tenaga keamanan, dan sebagainya, pun didatangkan dari daerah lain.
Leave a Reply