Pemakaman Paus Fransiskus, dan Kriteria Sosok Penggantinya Kelak…

“Sebelum Konklaf para Kardinal berjalan berderet dan pada saat itu diiringi lagu Veni Creator Spiritus, Datanglah Roh Pencipta. Jadi biarlah Roh Kudus yang bekerja lewat para Kardinal itu,”

โ€”Wartawan Kompas, Josie Susilo

Jenazah Paus Fransiskus akan dimakamkan pada Sabtu (26/4/2024), di Basilika Maria Maggiore, Roma, sesuai dengan wasiat yang telah Paus buat sebelumnya.

Wasiat itu ditulis Paus Fransiskus di tahun 2022. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut didasari kedekatan Paus dengan Basilika Maria Maggiore. Duta Besar Indonesia untuk Tahta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono menjelaskan basilika tua itu merupakan tempat favorit Paus Fransiskus untuk berdoa.

“Paus mempunyai devosi yang sangat kuat pada Bunda Maria, sejak di Argentina sana itu sudah memasrahkan, berjanji pada Bunda Maria untuk pada akhirnya nanti dimakamkan di Basilika Maria Maggiore, karena kita tahu bahwa setiap kali Paus akan pergi ke luar negeri atau pulang dari luar negeri itu Paus selalu ke Basilikaย Maggiore dulu, berdoa kepada Bunda Maria,” jelas Trias dalam Satu Meja The Forum KompasTV (23/4/2025) sebagaimana dijelaskan dalam video wasiat Paus.

“Di situ ada suatu ruangan yang tempat Paus berdoa, bahkan pada hari Minggu kalau Paus kepengin juga akan datang ke situ untuk menghabiskan waktu di Basilika Maggiore. Dan karena itulah paus kemudian memilih Basilika Maggiore (sebagai tempat pemakamannya), sambungnya.

Jenazah Paus Fransiskus disemayamkan di Casa Santa Marta sebelum dipindahkan ke St. Peter’s Basillica. Sumber foto: Vatican News.

Pelayat terus menerus berdatangan ke Basilika Santo Petrus, tempat jenazah Paus disemayamkan, pada jam-jam yang telah ditentukan. Meski harus berdesakan, para peziarah terlihat tertib mengantre untuk memberikan penghormatan terakhirnya pada Paus yang mereka cintai.

Tak hanya umat biasa, para pemimpin negara dunia atau perwakilannya juga berbondong-bondong datang untuk menyaksikan proses pemakaman Paus. Vatikan, negara kecil yang Paus pimpin 12 tahun terakhir, merupakan negara yang menjalin hubungan baik dengan  184 negara. Terlebih, sosok Paus Fransiskus dikenal sebagai tokoh perdamaian, sehingga tak heran banyak pihak akan datang untuk berziarah.

“Hampir semua negara yang mempunyai hubungan diplomatis menyatakan sudah akan hadir, para pemimpin negara di Eropa, presiden-pesiden, perdana menteri, ratu, raja itu menyatakan akan hadir, termasuk presiden Amerika Donald Trump dan istri yang akan hadir,” ungkap Trias.

Pihak lain yang sudah mengonfirmasi akan hadir adalah pemimpin-pemimpin negara di Uni Eropa. Sekretaris Jenderal PBB, Presiden Ukraina, Presiden Filipina, Perdana Menteri Timor Leste, Presiden Argentina, dan Presiden Brazil.

“Dari Indonesia sudah pasti dan saya sudah menempuh konfirmasi, yang akan ditugaskan oleh Pak Presiden Prabowo adalah Presiden ke tujuh Pak Jokowi, kemudian diampingi oleh Wakil Menteri keuangan Pak Thomas Djiwandono, kemudian Pak Yonan, dan juga Menteri HAM Natalus Pigai,” papar Trias.

Pihak Vatikan memberikan batasan jumlah tamu dari kalangan pemerintahan yang boleh memasuki area paemakaman. Jika yang datang adalah utusan, maka jumlah maksimalnya 3 orang. Sementara jika yang hadir langsung adalah kepala negara, maka rombongan maksimal bisa terdiri dari 5 orang.

Karena pemakaman Paus Fransiskus dilakukan secara terbuka, maka semua orang bisa datang di area sekitar pemakaman, atau menyaksikannya melalui kanal-kanal tertentu.

BDM dan Sukidi di ruang tunggu Satu Meja The Forum KompasTV.

Pengamat Kebhinekaan Sukidi menyebut ada sejumlah hal yang bisa dipetik oleh Indonesia dari pemakaman Paus ini. Republik ini ia sebut lerlu mewarisi gaya kepemimpinan Paus yang penuh dengan kasih sayang.

“Itulah yang dibutuhkan Republik ini karena sesuai dengan pesan Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945 bahwa Indonesia didirikan sebagai negara berketuhanan, karena itu prinsip ketuhanan yang welas asih, yang saling menghormati kepada sesama, yang menumbuhkan cinta kasih kepada sesama, itulah yang kita butuhkan untuk Indonesia ke depan,” sebut Sukidi.

Hal kedua adalah pembelajaran penting dari Paus, ia adalah tokoh agama yang sangat menjiwai arti belas kasih pada sesama manusia. Ia bersedia membuka diri dan turut merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya.

Kita butuh pemimpin negeri yang seperti itu, pemimpin yang melayani, mengayomi, tidak malah menjadikan rakyat sebagai komoditas politik.

Siapa Pengganti Paus?

Setelah Paus wafat pada 21 April kemarin, maka tahta kepausan kosong sementara waktu. Seluruh keputusan penting yang biasanya diambil oleh Paus akan ditangguhkan hingga banti terpilih Paus yang baru. Masa kekosongan ini disebut Vede Vacante.

Pemilihan Paus baru akan dilaksanakan melalui proses Konklaf. Sejumlah nama Kardinal santer disebut akan menjadi sosok pengganti Paus Fransiskus. Namun hal itu tidak dapat dikonfirmasi dan hanya sebatas spekulasi.

Dubes Trias menjelaskan Konklaf adalah sesuatu yang bersifat rahasia, hanya para Kardinal yang ikut pemilihan di dalam yang mengetahuinya. Sementara pihak luar hanya bisa menerka-nerka dan berharap sosok Paus yang akan terpilih nanti adalah Paus yang mereka inginkan masing-masing.

“Siapa yang berpeluang (jadi Paus)? Semua Kardinal berpeluang, punya hak,punya kesempatan dipilih dan memilih, sama semuanya,” ujar Trias.

Sebelum pemilihan, biasanya akan ada diskusi di antara para Kardinal, membicarakan tantangan zaman yang akan dihadapi, dan menentukan kriteria Paus yang dirasa tepat untuk menghadapi zaman tersebut.

Paus Fransiskus dikenal sebagai Paus yang progresif, reformis. Ke depan, bisa jadi dibutuhkan Paus yang sifatnya lebih konservatif, bisa juga Paus yang reformis, atau justru yang ada di tengah-tengahnya.

Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignasius Suharyo, adalah salah satu Kardinal yang akan mengikuti Konklaf, rencananya Konklaf baru akan dilaksanakan 6-7 Mei mendatang.

Ini merupakan pengalaman pertama bagi Kardinal Suharyo untuk mengikuti proses pemilihan Paus baru di Vatikan

“Sebelum Konklav masuk, artinya dengan ruangan yang dikunci itu akan ada berbagai macam pertemuan para Kardinal dan masing-masing diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya mengenai gereja macam apa yang diharapkan untuk menanggapi tanda-tanda zaman yang selalu berubah. Jadi gambaran gereja ke depan itu seperti apa, kehadirannya bermakna dalam bidang apa, itu nanti pasti akan disampaikan di dalam pertemuan-pertemuan awal,” jelas Kardinal Suharyo.

Setelah itu, para Kardinal akan memiliki gambaran kira-kira sosok Paus seperti apa yang mereka kehendaki, dirasa memenuhi tantangan zaman, dan harus mereka pilih.

Sukidi menyebut Paus baru nantinya harus menjawab tantangan dunia ke depan. Ada pembelahan karena konflik kepentingan, perang, dominasi, dan sebagainya.

Paus yang akan terpilih harus memberikan satu visi dunia yang lebih berkeadilan, menurut Sukidi, keadilan adalah cita-cita utama dari Paus Fransiskus yang harus terus diperjuangakan, termasuk dalam konteks ekonomi.

Paus Fransiskus begitu resah dengan makin meningkatnya ketimpangan ekonomi di berbagai belahan dunia. Dunia perlu membentuk ekonomi berkeadilan, bukan ekonomi yang menghidupkan satu pihak dan membunuh pihak lainnya.

“Yang terakhir adalah satu tantangan dunia yang tidak punya aturan hukum, dan ini menjadi keprihatinan besar dari Paus Fransiskus, karena beliau khawatir ketika dunia tidak punya aturan yang ditaati oleh masyarakat internasional maka kita kembali kepada zaman barbar dimana yang kuat itulah yang berkuasa, sementara yang lemah ditindas dan dihinakan,” jelas Sukidi.

BDM berfoto bersama seluruh narasumber di studio (25/4/2025).

Tokoh Gerakan Nurani Bangsa Lukman Hakim Saifuddin berpendapat Paus yang baru nantinya adalah sosok agamawan yang bisa menyinergikan perbedaan-perbedaan, paus yang bisa mengeratkan kelompok-kelompok masyarakat dunia yang begitu heterogen.

“Jadi fungsi utama ajaran agama itu, memang realitas kita beragam, heterogen, majemuk. Maka keragaman itu justru jangan lalu kemudian memisahkan antar kita yang memang sudah berbeda-beda, tapi justru nilai-nilai agama yang berporos pada kemanusiaan itulah yang merekatkan. Oleh karenanya, bagaimana semua agama, semua pemuka agama  dalam konteks ini tentu Paus yang akan datang kita berharap adalah sosok yang mampu membawakan itu,” ungkap Lukman.
Paus Fransiskus dengan segala sifatnya telah dikenal baik oleh umat Katolik dunia bahkan umat agama lain. Ia adalah seorang yang berpemikiran progresif, hidup sederhana, dan sangat memanusiakan manusia dengan cinta kasih.

Paus yang akan terpilih nantinya, bukan tidak mungkin akan memiliki sifat yang sama atau bahkan jauh berbeda dengan Paus Fransiskus.

Wartawan senior harian Kompas Josie Susilo sempat bertanya pada rekan wartawan senior Vatikan yang sudah lebih dari 100 kali mengikuti perjalanan Paus, mulai dari Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI, hingga Paus Fransiskus.

Mereka menyebut masing-masing Paus memiliki ciri khas dan gaya yang berbeda-beda. Misalnya Paus Yohanes Paulus yang elegan namun tetap sederhana, Paus Benediktus sangat terpelajar dan ahli teologi, kemudian Paus Fransiskus dikenal sebagai gembala, pastur yang sangat welas asih.

“Kalau ditanyakan apakah mungkin akan muncul Paus yang berbeda, bisa jadi. Tetapi saya sebagai bagian dari Gereja Katolik, sebagai umat, dan juga beberapa ya saya baca untuk menulis berita karena ada banyak sumber, umat itu sebenarnya menginginkan Paus seperti yang disosokan oleh Paus Fransiskus itu, yang dekat dengan masyarakat, karena kan dunia saat ini diwarnai oleh sikap kepemimpinan yang lebih selfish, yang lebih me first. Paus Fransiskus kan meninggalkan citra seperti itu,” kisah Josie menceritakan perbincangannya dengan wartawan Vatikan.

Paus bisa berasal dari negara mana saja, tidak hanya terbuka dari negara atau kawasan tertentu saja.

Ada banyak Kardinal muda yang berasal dari dunia ketiga, dunia yang ada di luar Eropa, mereka juga berkesempatan untuk menduduki tahta suci kepausan.

Paus Fransiskus sendiri melakukan pembaruan gereja, ia mengatakan pusat gereja tak lagi di Eropa, tapi sudah di luar itu.

“Itu yang menjadi dasar para analis untuk menganalisis siapa kira-kira yang akan muncul sehingga akan dibenturkan antara yang pendukung program atau visi Paus Fransiskus kemudian ada tokoh yang di Eropa terutama Italia yang merasa kehilangan (3x kalah dalam Konklaf),ย  sebut Josie.

Kardinal Suharyo yang akan berangkat untuk mengikuti Konklaf Mei nanti mengaku tak melakukan persiapan khusus. Ia hanya membawa kepala kosong, tanpa pemikiran tertentu soal bagaimana sosok Paus nanti.

Ia janya akan melihat perkembangan apa yang akan terjadi dalam pembicaraan para Kardinal di Konklaf nanti. Ia meyakini, dalam setiap proses pemilihan Paus selalu ada Tuhan yang turut campur di dalamnya, jadi ini bukan perkara keputusan manusia semata.

“Ini kan bukan sekedar pilihan oleh manusia, titik. Tetapi di dalam peristiwa-peristiwa besar yang menentukan arah gereja, Roh Kudus pasti berkarya. Dan Roh Kudus itu kalau berkarya di luar dugaan, tidak seperti gambaran zaman kuno Roh Kudusnya menclok di pundak bisik-bisik begini, tetapi Roh Kudus itu berkarya di dalam analisa sosial, dalam analisa politik tentu di dalam doa. Maka suasana Konklaf itu bukan suasana kampanye, tetapi suasananya doa,” jelas Kardinal Suharyo.

Masih dari hasil perbincangan Josie dengan wartawan Vatikan, dari mana negara Paus baru berasal memang masih menjadi misteri. Namun dari negara manapun kesempatan sama-sama terbuka. Namun, ada juga yang menganggap Paus akan berasal dari Eropa.

“Sebelum Konklaf para Kardinal berjalan berderet dan pada saat itu diiringi lagu Veni Creator Spiritus, Datanglah Roh Pencipta. Jadi biarlah Roh Kudus yang bekerja lewat para Kardinal itu. Saya kira tantangan juga bagi para Kardinal yang akan memilih untuk meninggalkan seluruh kedirian mereka masing-masing, melihat apa yang menjadi kepentingan gereja untuk pertama-tama, dan juga kepentingan dunia” Josie berharap demikian.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *