Paus Fransiskus Berpulang, Sederhana dan Teduhnya Selamanya akan Terkenang

“Paus Fransiskus mengajarkan kita bahwa pemimpin sejati bukan mereka yang duduk di Singgasana megah tapi yang berjalan membersamai rakyat dalam keheningan dalam kesederhanaan. dalam dunia yang terobsesi pencitraan ia hadir sebagai pengingat bahwa kekuasaan tanpa kerendahan hati adalah kehampaan. di negeri ini pesan itu terasa dekat tapi juga terasa jauh, karena di negeri ini kekuasaan kerap kehilangan empati, hukum kehilangan hati. banyak pejabat berlomba menunjukkan kemewahan dan bukan keteladanan. paus Fransiskus telah pergi tapi jejak kesederhanaannya adalah warisan abadi. warisannya bukan pada tahta yang ia duduki tapi pada keberanian bersuara atas ketidakadilan dengan kelembutan hati”

Pemimpin tertinggi umat Katolik sekaligus Kepala Negaga Vatikan, Paus Fransiskus telah berpulang di usia 88 tahun pada 21 April 2025, sehari setelah Paskah. Kepergiannya begitu memukul hati umat manusia di berbagai penjuru dunia, tak hanya umat Katolik, namun lintas agama.

Satu Meja The Forum KompasTV  (25/4/2025) mengangkat kabar duka ini dengan mengambil tema “Perginya Pembela Kaum Papa” dan mengundang sejumlah narasumber untuk membicarakannya.

Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignasius Suharyo Hardjoatmodjo menyebutkan dua hal yang pertama terlintas jika ditanya tentang sosok Paus Fransiskus: kesederhanaan dan selalu memanusiakan manusia, penuh cinta kasih.

Kesederhanaan ia tunjukkan dari tiap pilihan hidup yang dibuat. Sementara sisi kemanusiaan ia perlihatkan dengan menebar kasih sayang dan welas asih kepada semua manusia. Semua, bukan hanya umatnya, bukan hanya pada mereka yang ahli agama, bukan hanya pada mereka yang menangku kuasa. Maka itu, Paus Fransiskus disebut sebagai Pope of Humanity.

“Beliau menjadi pribadi seperti itu sumbernya dari mana, kalau beliau memberikan perhatian kepada kemanusiaan pada umumnya itu sumbernya dari mana? Sumber itu namanya pengalaman akan Allah, mungkin lebih tepat pengalaman mistik akan agama. Jadi bukan sekadar agama, tetapi iman yang sungguh-sungguh masuk di dalam batin,” kata Kardinal Suharyo.

Keimanan yang benar-benar baik akan Tuhan dan agama pasti akan tercermin dari tindakan dan perilakunya. Jadi, kesederhanaan yang melekat pada diri Paus Fransiskus bukan semata karena wataknya, karena didikan orangtuanya, namun karena pengalaman pribadi ia mengenal Tuhannya.

Sebelum wafat, Paus bernama asli Jorge Mario Bergoglio menyampaikan pesan perdamaian di Gaza yang dalam beberapa tahun terakhir kondisinya begitu buruk akibat serangan militer Israel.

Menyikapi pesan itu, tokoh Gerakan Nurani Bangsa Lukman Hakim Saifuddin menyebut Paus Fransiskus sebagai teladan par excellence atau yang tidak ada banding dengan siapapun.

“Teladan yang tidak berbanding, yang nyaris sempurna. Artinya ucapan beliau, tindakannya, sikapnya, semuanya itu adalah nilai-nilai agama itu sendiri yang memang menjadi contoh kita semua,” sebut Lukman.

Ia melihat Paus Fransiskus sebagai pemimpin agama yang sudah mampu melintasi berbagai sekat perbedaan. Paus mampu mempraktikkan nilai-nilai yang bersifat universal, kemanusiaan, yang notabene merupakan inti dari ajaran agama itu sendiri. Ucapan, perilaku, sikap, keberpihakan Paus selalu sejalan, tak pernah bertentangan satu sama lain, yakni selalu menjunjung tinggi kemanusiaan.

BDM dan Sukidi di ruang tunggu Satu Meja The Forum KompasTV.

Selain Pope of Humanity, Paus Fransiskus juga disebut sebagai Pope of Compassion atau Paus Belas Kasih

Soal belas kasih yang ada pada diri Paus Fransiskus, Pemikir Kebhinekaan Sukidi menyebutnya sebagai buah dari keberhasilan Paus mengenal Yesus, Tuhan dalam kepercayaan Katolik, beserta murid-murid Yesus di masa periode awal penyebaran ajaran agama itu.

“Apa yang disampaikan oleh Bapak Kardinal tentang pengalaman Paus tentang Allah itu adalah pengalaman Paus tentang Yesus sebagai model belas kasih itu sendiri. Yesus sebagai satu figur yang berpihak dan belas kasih kepada sesama. Tidak hanya (mengacu) kepada Yesus, tapi juga kepada murid-murid Yesus pada periode awal itu sendiri yang rela meninggalkan segalanya untuk berbelas kasih kepada sesama,” jelas Sukidi.

Wejangan untuk senantiasa bersikap belas kasih ini juga dituliskan Paus Fransiskus dalam suratnya untuk Kardinal Suharyo September 2019. Paus berpesan, pengangkatan menjadi Kardinal jangan dimaknai sebagai kenaikan jabatan, melainkan pengabdian, bela rasa, dan senantiasa dekat dengan Yesus dan berbelas kasih kepada sesama manusia.

Satu Meja The Forum KompasTV (25/4/2025).

Kesan istimewa akan sosok Paus Fransiskus juga diutarakan wartawan senior harian Kompas Josi Susilo yang berkesempatan mengikuti perjalanan Apostolik Paus Fransiskus selama 20 hari dari Vatikan, Indonesia, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara, hingga kembali ke Vatikan September tahun lalu.

Yang paling mengesankan bagi Josi adalah momen saat di kabin pesawat. Ia duduk di bagian belakang, sementara Paus ada di depan. Posisi duduk Paus dengan rekan jurnalis disekat menggunakan kain. Ketika sekat dibuka, Paus selalu didapati dalam posisi duduk dan suasana hening.

“Saya menggambarkannya dalam satu kata, teduh. Teduh itu singkatan dari tenang, duduk, hening. Paus dalam keheningannya dia menatap gambar Santa Maria yang ada di depan yang ditempelkan di sekat pesawat itu,” ungkap Josi.

Ia pun bisa merasakan betapa Paus Fransiskus adalah seseorang dengan jabatan tinggi, namun tidak terikat dengan jabatan itu. Paus begitu merdeka dan bebas menentukan apa yang ingin ia pilih, misalnya pesawat menggunakan penerbangan komersial, bukan jet pribadi. Sesampainya di Jakarta, Paus pun memih menggunakan kendaraan yang terbilang sederhana dan menolak pilihan kendaraan mewah yang ditawarkan berbagai pihak.

Di situlah letak kemerdekaan yang dimaksud Josi. Paus berkuasa, memiliki jabatan super tinggi, tapi ia tetap bisa mengeskpresikan kesederhanaannya, karena ia merasa tidak terikat dengan gelar kepausan yang disandangnya, gelar yang sangat dihormati oleh umat Katolik di seluruh dunia.

Tak kalah istimewa, Duta Besar Indonesia untuk Tahta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono juga memiliki kesan dan pengalaman tak terlupakan selama bertugas di Vatikan dan 14 kali berjumpa secara langsung dengan Paus.

Pertama adalah sosok Paus Fransiskus yang begitu menghargai lawan bicaranya, terlihat dari Paus yang selalu menatap mata orang yang sedang berbicara padanya dan tak beralih pada yang lain.

“Pada waktu saya pertama kali bertemu tanggal 11 Desember 2023, di sana, di ruang perpustakaannya, saya bertemu 20 menitan bicara dengan Paus, ada penerjemah, karena paus menggunakan bahasa Italia atau bahasa Spanyol yang saya tidak bisa pada waktu itu. Itu sama sekali tidak pernah menoleh pada penerjemah, tapi selalu saya berpandangan langsung, artinya itu sangat perhatian, artinya fokus pada yang diajak bicara,” kata Trias.

Selain itu, menurut Trias Paus juga sosok yang perhatian. Ia menceritakan bagaimana setelah pertemuan ketiga atau keempat, Paus sudah mampu mengenali wajah Trias dan mengetahui bahwa ia adalah Duta Besar Indonesia di Vatikan.

“Setelah pertemuan saya yang ketiga atau keempat itu langsung hafal dengan wajah saya ini, saya ketemu langsung, ini the greatambassador ya, sambil tertawa ciri khas Paus, dua matanya selalu berbinar, dan kemudian ketulushatian, dan tertawa senyum,” ungkapnya.

Lembut pada Kemanusiaan, Keras pada Korupsi

Meski dikenal sangat ramah dan teduh dalam konteks kemanusiaan, sosok pria kelahiran Argentina ini diketahui begitu tegas dan keras jika sudah menyangkut urusan korupsi.

Paus sempat menggunakan istilah “luka-luka bernanah” untuk mendeskripsikan betapa menjijikkan dan buruknya korupsi. Korupsi menjadi kejahatan besar yang pelakunya adalah mereka yang berkecukupan secara finansial, dilakukan oleh mereka yang secara moral memegang tanggung jawab luas.

Bukannya mengabdi dan berbuat baik pada banyak orang, kewenamgan dan jabatan justru dimanfaatkan para koruptor untuk mendatangkan keuntungan pribadi, keluarganya, atau kelompoknya.

“Itu yang sungguh-sungguh diberi tekanan yang sangat tegas (oleh Paus Fransiskus), alasannya adalah yang paling menderita dari korupsi itu adalah sekali lagi saudara-saudara kita yang lemah. Padahal di lubuk hati (Paus) yang paling dalam, keberpihakan kepada saudari-saudara kita yang kurang beruntung, yang lemah, yang terpinggirkan itu dahsyatnya bukan main,” ungkap Trias.

Pesan paus terasa relefan jika kita seret pada kondisi di dalam negeri, dimana korupsi merajalela di semua tingkat, di semua lini,

Sukidi yang kerap mencuplik ucapan Paus untuk tulisannya mengatakan Paus pernah berpesan, jikalau Anda berada dalam posisi memegang kekuasaan maka jadilah suci dengan bekerja untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama, bukan untuk kepentingan diri sendiri.

Baginya, pesan ini mengandung falsafah kepemimpinan yang mendalam. Pemimpin adalah pelayan publik, bukan sebaliknya menjadi beban publik dan minta dilayani segala kebutuhannya.

“Kepimpinan yang melayani lah yang hilang dalam konteks kita berbangsa dan bernegara, karena kultur masyarakat yang feodal dimana pemimpin lebih senang untuk dilayani sebagai ndoro, sebagai raja besar maupun raja-raja kecil, sehingga lupa tentang kepimpinan yang mestinya melayani kaum papa, kaum miskin, kaum lemah,” ujar Sukidi.

Anda hidup bahagia tentu saja itu hal baik, tetapi jauh lebih baik untuk melihat orang lain bahagia karena Anda. Itu adalah satu dari sekian banyak pesan kebaikan yang pernah disampaikan Paus Fransiskus semasa hidupnya yang Sukidi kenang.

BDM berfoto bersama seluruh narasumber di studio (25/4/2025).

Lukman Hakim Saifuddin yang juga mantan Menteri Agama ini menyebut apa yang dilakukan Paus senada dengan ajaran Islam bahwa pmimpin harus melihat umatnya dengan kasih sayang.

Sikap keras Paus terhadap korupsi juga dinilai sebagai bentuk turunan dari sikap welas asih Paus dalam hal kemanusiaan. Korupsi adalah kejahataan kemanusiaan, kejahatan yang menyengsarakan menusia.

“Makna agama itu adalah memanusiakan manusia, sehingga yang mewujud, yang mengejawantah, yang manifest dari dirinya adalah compassion, welas asih, rahmah, lalu menolak ketidakadilan, menolak korupsi, bentuk kekerasan, pokoknya yang terkait dengan kemanusiaan itu selalu terkait dengan dirinya,” jelas Luman.
Indonesia harus bisa mencontoh dan meneladani Paus Fransiskus dalam hal ini. Jika berhasil memanusiakan manusia, maka secara otomatis akan tumbuh kesadaran untuk memerangi hal-hal yang bertentangan dengan kemanusiaan. Dengan begitu, Indonesia bisa perlahan terlepas dari belenggu korupsi, karena semua orang menyadari korupsi sebagai sesuatu yang jahat dan salah.

Lebih konkrit soal sikap Paus melawan korupsi, Josi Susilo mengaku pernah bertanya secara langsung kepada rekan wartawan senior di Vatikan soal apa yang Paus lakukan terkait hal ini.

Rekan tersebut mengatakan Paus Fransiskus selalu mencoba melawan “favoritisme” atau memfavoritkan orang-orang tertentu untuk duduk di jabatan tertentu. Caranya, adalah dengan melakukan pergantian staf-staf terdekatnya setiap 2 tahun sekali.

“Supaya tidak terjadi nepotisme dan kemudian itu menjadi jalur untuk korupsi, segala macam karena proyek dengan Vatikan itu kan juga banyak. Makanya di tahun 2021 kan (Paus) juga membuat satu aturan baru tentang bagaimana  menjalin kerja sama dengan pihak luar, tender, dan segala macam itu untuk menghindari korupsi-korupsi. Itu karena korupsi terjadi di mana-mana, termasuk di gereja. Saya kira skandal keuangan dalam gereja kan juga besar,” ujar Josi.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *