Naikkan Tarif Impor, Trump Tak Ingin Ekonomi Amerika Terus “Diperkosa” Negara-Negara Dunia

“Dia menganggap selama ini negara-negara luar semacam memperkosa Amerika secara ekonomi, mengeksploitasi, dan Amerika tidak melakukan apa-apa untuk mem-balance itu semua. Jadi bagi dia satu cara, instrumen yang bisa dipakai untuk mengubah situasi itu adalah dengan menetapkan tarif,”

โ€” Mantan fellow Komgres AS, Bara Hasibuan

Terlepas dari penolakan dan kontroversi yang muncul atas kebijakan menaikkan tarif impor dan penerapan tarif resiprokal untuk hampir seluruh negara dunia, nampaknya ada keinginan besar dalam diri seorang Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk negaranya. Trump berkeinginan mengembalikan kejayaan Amerika, menjadikan negaranya kembali menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Kebijakan itu ia umumkan di tanggal 2 April 2025, hari yang ia sebut sebagai Liberation Day atau hari pembebasan.

“2 April 2025 akan selamanya diingat sebagai hari dimana industri Amerika terlahir kembali, hari dimana industri Amerika direbut kembali, dan hari dimana kita memulai untuk membuat Ametika sejahtera kembali,” kata Trump dalam pidatonya di momen Liberation Day.

Staf Khusus Menteri Perdagangan bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Hasibuan membaca apa yang dilakukan oleh Trump ini adalah murni keinginannya untuk membebaskan Amerika secara ekonomi. Selama ini Amerika banyak dimanfaatkan oleh negara-negara lain dalam hal perekonomian, namun Amerika sendiri tidak banyak mendapat benefit dari hal itu.

“Dia menganggap selama ini negara-negara luar semacam memperkosa Amerika secara ekonomi, mengeksploitasi, dan Amerika tidak melakukan apa-apa untuk mem-balance itu semua. Jadi bagi dia satu cara, instrumen yang bisa dipakai untuk mengubah situasi itu adalah dengan menetapkan tarif,” sebut mantan Fellow Kongres AS, Bara Hasibuan dalam podcast Back To BDM, YouTube Budiman Tanuredjo.

Bara Hasibuan dalam podcast Back to BDM.

Amerika dulunya adalah negara yang dijuluki shining city on the hill, negara yang menjadi contoh kesuksesan, menawarkan impian, menjadi tujuan banyak orang untuk bermigrasi demi memperbaiki kehidupan.

Tapi kini situasinya sudah jauh berubah. Setidaknya hal itu dirasakan Bara yang dulu sempat 8 tahun tinggal di Amerika Serikat untuk menjalani studi S-1 dan S-2nya. Kini, polarisasi politik begitu kuat, benturan sosial terjadi, keluhan banyak disampaikan oleh masyarakat di sana. Amerika yang harusnya menjadi penggerak dari progres sosial seperti hak asasi manusia, kesetaraan, demokrasi, dan lain sebagainya, kini sudah tak lagi sama.

Trump juga dikenal dengan MAGA. Make America Great Again. Namun bagaimana definisi pastinya juga Bara katakan MAGA sebagai sesuatu yang masug tidak jelas. Kembali ke masa kejayaan, masa yang mana yang menjadi acuan?

Banyak orang yang menyimpulkan, masa kejayaan Amerika adalah ketika negara itu masih didominasi oleh orang-orang kulit putih. Tidak seperti saat ini yang secara demografis sudah banyak dipadati oleh orang-orang kulit hitam, juga imigran-imigran dari berbagai negara dunia, termasuk Asia dan Afrika.

“Semua memberikan semacam pukulan balik bagi populasi kulit putih, terutama yang kelas menengah ke bawah, yang pekerja itu, pekerja kasar, labour  yang merasa bahwa lifestyle mereka menjadi terancam, tidak bisa lagi seperti dulu. Kemudian pekerjaan-pekerjaan mereka juga diambil oleh orang-orang imigran,” ujar anggota DPR RI 2017-2019 itu.

Make America Great Again malah kemudian ia maknai sebagai bentuk ketidaksiapan Amerika menerima fakta bahwa kondisi demografis mereka sudah begitu berubah.

Soal pemilihan tanggal penyampaian aturan tarif baru di 2 April 2025 yang kemudian Trump sebut sebagai Liberation Day, menurut Bara hal itu dilatarbelakangi perasaan bahwa selama ini Amerika hanya dimanfaatkan oleh negara-negara luar, Amerika dikontrol negara-negara luar. Negara luar itu terutama China, yang selama ini begitu diuntungkan dengan defisit perdagangan dengan AS yang begitu besar.

Padahal Trump merasa seharusnya Amerika bisa muncul sebagai negara yang mengatur dan menentukan negara lain, set the term, bukan sebaliknya.

“Bagi Trump, itu adalah suatu kesalahan, itu membuat dia mengambil kesimpulan, itu adalah suatu tanda, suatu bukti bahwa Amerika selama ini hanya dimanfaatkan oleh China. Amerika tidak bisa memanfaatkan balik hubungan dengan China, sehingga dia katakan bahwa ini adalah Liberation Day, bahwa mulai dari sekarang Amerika menentukan struktur ekonomi dunia, hubungan ekonomi Amerika dengan negara lain, termasuk-negara yang harusnya menjadi sekutu tradisional Amerika,” jelas Bara.

Bara Hasibuan dalam podcast Back to BDM.

Pemikir Kebhinekaan Sukidi pernah menyatakan dalam satu kesempatan, cara Trump memberlakukan tarif impor sebagai bentuk neoimperialisme, karena membuat negara-negara datang dan memohon kepadanya untuk diberi keringanan tarif.

Namun, Bara Hasibuan tak melihat sejauh itu. Ia hanya membaca langkah berani Trump ini hanya berdasarkan keinginannya untuk mengembalikan kedigdayaan Amerika atas negara lain di dunia. Meskipun tidak bisa dipastikan, pemberlakuan tarif resiprikal ini apakah tujuan utamanya untuk menekan negara lain atau untuk mengembalikan kejayaan Amerika di bidang manufaktur.

To bring those job backs, karena tahun ’80-an, 90 itu memang labour cost Amerika itu naik, makin lama makin naik, sehingga banyak pabrik-pabrik tutup, kemudian pindah, melakukan relokasi ke China, ke Vietnam, termasuk juga ke Indonesia, ke negara-negara Amerika Latin. Dia mengatakan ini harus kita kembalikan lagi,” sebut pria berusia 54 tahun itu.

Apapun tujuan utama Trump dengan kebijakannya yang mengguncang perekonomian dunia ini, Bara melihatnya ini merupakan bentuk Amerika menunjukkan diri, dialah satu-satunya negara adi kuasa di dunia ini yang bisa mengatur banyak hal. Karena selama ini banyak ketidakadilan ekonomi yang sudah diterima oleh Amerika Serikat, setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Dan saat ini, sudah muncul negara dengan kekuatan ekonomi yang juga sangat besar, dan itu mengancam Amerika. Negara itu adalah China yang menjadi kekuatan terbesar kedua ekonomi dunia. Jadi Amerika ingin mengamankan posisinya agar jangan sampai tersaingi oleh China dalam hal ekonomi.

Jadi, menerapkan tarif impor dengan besaran fantastis kepada negara-negara dunia, terutama ke China, bisa jadi sebagai salah satu cara untuk menekan laju perekoniman China.

Namun, pasti akan selalu ada konsekuensi dari setiap kebijakan yang diambil.

“Dominasi China di Asia sangat besar, dominasi China secara ekonomi di Afrika besar, hubungan dengan negara Eropa juga cukup kuat, dan itu apakah justru makin mengalineasi Amerika? Pada akhirnya bisa backfire, dalam arti justru itu momentum bagi China untuk mendekatkan kepada negara-negara lain, terutama yang selama ini misalnya menggantungkan diri kepada Amerika, dia bisa feel in the gap (dengan Amerika dan merapat ke China),” kata Bara.

Bara Hasibuan dalam podcast Back to BDM.

Kebijakan menaikkan tarif impor di pemerintahan Trump jilid 2 ini sesungguhnya bukan sesuatu yang mengagetkan. Hal yang sama juga sudah dilakukan oleh Trump di pemerintahannya yang pertama. Hanya saja, di jilid 1, tarif tinggi hanya diberikan pada China, kali ini skalanya jauh lebih besar, begitu pula dampak yang ditimbulkan.

Namun, itulah Trump. Dia tidak bisa ditebak, dia bisa melakukan hal-hal yang di luar normal atau wajar, dan semestinya dunia tak perlu kaget dengan perangainya yang satu itu.

“Dia capable, dia mempunyai kemampuan untuk berbuat apa saja, bahkan di luar hal-hal yang kita anggap masih dalam batas-batas rasional. Jadi bisa beyond that batas-batas rasional, boundaries itu bisa dia tembus,” ungkap Bara.

Kebijakan-kebijakan tak terduga dari Trump otomatis akan menimbulkan ketidakpastian bagi dunia, terutama negara-negara yang memiliki hubungan dengan Amerika Serikat. Dan semua pihak harus siap dengan kondisi itu.

Meski awalnya nampak yakin dan percaya diri mengumumkan kenaikan tarif impor untuk puluhan negara dunia, sepertinya keyakinan itu kian lama kian memudar. Tarif impor baru yang semula diberlakukan pada 9 April 2025 kini ditunda selama 90 hari. Trump pun mulai melunak untuk mengadakan negosiasi dengan negara-negara lain. Pun dengan China, tarif impor super tinggi dari negara itu dikecualikan bagi barang-barang elektronik

Ada tekanan yang perlahan mulai Trump sadari jika kebijakan itu tetap keras ia terapkan.

“Anda terapkan ini (tarif resiprokal China) 154 persen, tentu saja iPhone akan menjadi sangat mahal kalau masuk ke Amerika, dijual. Karena iPhone ini kan dibuat sebetulnya di China. Jadi kalau masuk ke Amerika, walaupun itu dimiliki oleh perusahaan Amerika, tetap saja subject to tariff. Saya pikir banyak tekanan itu membuat dia kemudian menyerah begitu saja,” ujar pria yang menamatkan studi S-1 di Boston University Amerika Serikat itu.

Tak hanya dari luar, tekanan juga datang dari partainya sendiri, Partai Republik. Bara yang merupakan mantan fellow di Kongres Amerika Serikat ini menjelaskan, pada dasarnya Partai Republik dan Trump memiliki banyak perbedaan pandangan.

Misalnya, Republikan tidak menyukai pajak, tidak menghendaki adanya intervensi berlebih pemerintah soal ekonomi, dan menyerahkan semua pada pasar untuk menciptakan kesejahteraan.

Filosofi-filosofi itu dipegang kuat oleh presiden-presiden terdahulu yang beradal dari Republik, seperti Ronald Reagan, dan Bush Senior. Sementara di era Trump itu semua berubah. Tarif yang saat ini diberlakukan Trump sebenarnya tidak ada bedanya dengan penerapan pajak.Tarif adalah bentuk-bentuk dari pajak.

“Misalnya iPhone yang masuk ke Amerika, kalau ditambah pajak otomatis harga iPhone itu menjadi lebih tinggi. Importir sebagai pengusaha dia enggak mau rugi, dia pasti akan men-shift burden itu kepada konsumen, sehingga konsumen harus membayar. Jadi itu pajak terhadap rakyat Amerika, pada akhirnya rakyat harus menanggung,” tegas Bara.

Dan dari internal White House juga pemerintah Trump sendiri Bara bisa memastikan juga ada pihak-pihak yang mempertanyakan kebijakan tarif Trump, meskipun tidak secara terbuka untuk menentang.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *