Sistem Peradilan Rusak Parah, Butuh Perbaikan Menyeluruh

“…Cuci otak hakim, jaksa, polisi, para pengacara, karena inilah (otak) yang melakukan (kejahatan). Kembalikan lagi polisi yang berhati polisi, advokat yang berhati advokat, jaksa yang berhati jaksa, hakim yang berhati hakim,”

โ€”Advokat Saor Siagian

Sistem peradilan di Indonesia sedang tak baik-baik saja. Lembaga peradilan tak lagi menjamin lahirnya keadilan. Penegak hukum justru mengakali hukum demi mendapatkan keuntungan pribadi. Pihak berperkara cenderung hobi “main belakang” demi mempermudah penyelesaian perkara.

Berapa banyak hakim yang tertangkap menerima suap demi meloloskan keinginan para pihak. Berapa banyak oknum-oknum di lembaga peradilan yang berperan sebagai mafia hukum. Ada uang, beres semua perkara. Mau bebas, bisa. Mau vonis diringankan, boleh. Mana yang Anda suka.

Untuk memperbaiki sistem peradilan yang terlanjur membusuk, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowo menyebut setiap lembaga penegak hukum harus melakukan tindakan-tindakan yang luar biasa (extraordinary). Mengapa, karena aturan tentang banyak hal sudah lengkap dibuat, tapi tetap saja aturan itu berhasil dijebol, pelanggaran demi pelanggaran tetap saja ada.

Salah satunya dengan menghadirkan sosok peemimpin yang bisa menjadi figur tauladan,  memberi contoh yang baik. Dengan begitu,  semua yang ada di bawahnya akan melakukan hal serupa. Jika pun tidak persis, setidaknya mereka akan berjalan di koridor yang sama, koridor integitas, profesionalisme, dan mengedepankan moral juga kebaikan.

“Kalau mereka (bawahan) melihat pimpinannya sendiri sudah jelek begitu, sudah busuk, sudah permisif terhadap setiap tindakan suap-menyuap, yang di bawahnya kan juga ngikut,” sebut Prof Harkristuti dalam Satu Meja The Forum KompasTV (16/4/2025).

Jika ingin lembaga peradilan ini kembali bersih, maka bersihkanlah dari internal. Jangan lupa, membersihkannya pun harus menggunakan “alat” yang bersih. Jangan sekali-kali menggunakan sapu kotor untuk membersihkan lantai yang juga kotor. Bukan menjadi bersih, justru akan semakin kotor.

“Ini adalah masa yang paling tepat, walaupun sudah terlambat sekian puluh tahun bagi Mahkamah Agung untuk melakukan evaluasi diri. Jadi mereka harus menetapkan, bahwa setiap ada pelanggaran itu harus ada sanksinya. KY sudah memberikan rekomendasi sanksi untuk tiga hakim (kasus) Ronald Tannur, tapi tidak diapa-apakan oleh Mahkamah Agung,”ย ujarnya.

BDM bersama Prof. Harkristuti Harkrisnowo di back stage Satu Meja.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan setuju dengan usul bersih-bersih yang dikemukakan oleh Prof Tuti. Tak hanya bersih-bersih, Hinca berharap Mahkamah Agung juga harus segera melakukan rotasi. Kemudian untuk Komisi Yudisial diharap bisa membuka cabang di kota-kota lain dimana pidana korupsi marak ditemukan. Selain itu, lembaga peradilan yang bisa menyidangkan kasus korupsi harus melakukan pengawasan ketat, karena tidak semua pengadilan memiliki pengadilan korupsi.

Selanjutnya, Hinca menekankan pentingnya untuk berani dan tegas terhadap kelompok oligarki. Jangan hukum dan sistem yang ada di negara ini tumpul ketika sudah berhadapan dengan para pemilik modal.

Pun dengan vonis onslag (lepas dari hukum) atas kasus ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan 3 perusahaan besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Hinca berharap aktor-aktor utama yang memberikan uang suap kepada hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bisa ditemukan.

“Publik ingin tahu siapa yang melakukan itu (memberi suap), karena dia melakukan kejahatan dua kali. Satu, kejahatan yang dituduhkan yang sekarang dibawa oleh kejaksaan yang diputus onslag, satu lagi dia berusaha untuk lepas dari jeratan hukum itu,” sebut Hinca.

Sementara itu, praktisi hukum Saor Siagian lebih melihat pada individu ketimbang sistem yang rusak. Baginya, yang melakukan kesalahan adalah orang, bukan sistem.

Untuk itu, ia mendorong agar individu-indvidu yang bersalah segera disingkirkan alias dipecat. Tak hanya penegak hukum di lembaga peradilan, tapi juga para advokat yang jelas-jelas berperan dalam upaya jahat seperti menjadi perantara pemberi suap, atau bahkan pihak yang memberi saran untuk melakukan suap.

“Kita lihat tuh mafianya juga advokat, organisasi kami juga sudah rusak. Menurut saya ini harus holistik, organisasi advokat misalnya kalau ada pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa temen kita, segera dipecat. Begitu juga kepada hakim-hakim,” tegas Saor.

Mahkamah Agung harus bisa menunjukkan taringnya. MA yang saat ini dipimpin oleh Prof. Sunarto, seseorang yang dikenal baik dan berintegritas, harus bisa menunjukkan kualitasnya melalui sepak terjang lembaga yang dipimpinnya.

“Kita dengar dia baik, tetapi kalau baik hanya kepada dirinya, sementara dia Ketua Mahkamah Agung, saya kira juga dia gagal. Artinya dia mau tenang sendiri, tetapi itu menurut saya membuat kerusakan kepada orang lain,” ujar Saor.

Lebih ekstrem, Saor bahkan mengusulkan agar para penegak hukum di setiap hari Jumat dicuci otakya. Karena kejahatan yang mereka lakukan melibatkan otak yang mereka miliki.

“Jadi mereka ini undang para profesional, cuci otaknya. Cuci otak hakim, jaksa, polisi, para pengacara, karena inilah (otak) yang melakukan (kejahatan). Kembalikan lagi polisi yang berhati polisi, advokat yang berhati advokat, jaksa yang berhati jaksa, hakim yang berhati hakim,” ungkap Saor.

Satu Meja The Forum (16/4/2025).

Soal usulan pemecatan sebagaimana dikemukakan Saor Siagian, anggota Komisi Yudisial Binziad Kadafi menyebutnya sebagai usulan yang bisa dipertimbangkan demi memangkas bibit-bibit penyakit yang bisa menggerogoti sebuah lembaga dan sistem secara menyeluruh.

Adapun soal Prof. Sunarto yang dituntut untuk menjadi baik tak hanya bagi dirinya, tapi juga semua pihak, Dafi menjadikan novel karya A. A. Nafis yang berjudul “Robohnya Surau Kami” sebagai perumpamaan.

“Inti dari novel A. A. Nafis itu adalah orang saleh jangan cuma shalat, ibadah sendiri, jangan cuma jaga musala. Keluar, amar ma’ruf nahi mungkar (menyuruh pada kebaikan dan mencegah dari keburukan). itu pesan yang saya mau sampaikan kepada Mahkamah Agung,” kata Dafi.

“Pak Narto, saya rasa semua mengakui reputasinya baik, orang jujur, hakim yang berintegritas, dan sekarang beliau ada di posisi yang sangat kuat sebagai Ketua Mahkamah Agung. Kekuasaannya luar biasa,” lanjutnya.

Agar lembaga peradilan berjalan profesional, tentu harus diisi oleh orang-orang yang memiliki kapasitas. Namun, kapasitas tak hanya soal keilmuan, tapi juga kapasitas kepribadiannya. Orang pintar belum tentu berbudi baik.

BDM bersama Prof. Harkristuti Harkrisnowo di back stage Satu Meja.

Prof. Harkristuti Harkrisnowo menyarankan agar sertifikasi calon pejabat juga dilengkapi dengan tes mendalam yang bisa mengetahui semha aspek kepribadian, emosional, dan kecenderungan perilaku dari seorang calon penegak hukum. Dengan demikian, kita bisa mendapatkan sosok-sosok yang berkualitas baik secara akademis maupun psikologis.

Mafia hukum kini kian merajalela. Nampaknya keberadaannya tak lagi sukar untuk ditemui. Di tiap lembaga peradilan, tingkat tinggi maupun di bawahnya, mafia mungkin akan selalu ada.

Hinca berharap Presiden Prabowo bersedia mengeluarkan keputusan darurat dan memerintahkan lembaga-lembaga peradilan, khususnya yang menangani korupsi untuk bisa mengambil keputusan tegas dan keras jika ada bagian di dalamnya yang justru terlibag aktif dalam kegiatan korupsi itu sendiri. Apapun bentuk korupsinya.

Sebagaimana Prabowo cepat tanggap mengabulkan permintaan para hakim yang meminta kenaikan gaji, maka dalam hal ini Prabowo juga diharap melakukan hal yang sama. Cepat, tanggap, sigap menumpas para pembusuk di lembaga peradilan.

Untuk Ketua MA Prof. Narto, Hinca berharap agar Ketua yang bersangkutan segera membuat sebuah tim yang berisi hakim-hakim berintegritas namun tak mendapat akses ke posisi strategis. Beri mereka tanggung jawab yang lebih besar, kemudian pecat semua pejabat di lingkungan peradilan yang perilaku dan pikirannya buruk, yang hartanya tidak sesuai, dan gaya hidupnya tidak wajar.

Tak bisa lagi berkata-kata menggunakan teori yang sifatnya duniawi, Saor pun hanya bisa mengingatkan para aparat penegak hukum, polosi, jaksa, hakim, termasuk teman-teman advokat seperti dirinya, agar selalu ingat uang yang mereka terima akan mereka berikan pada keluarga di rumah.

Jika uang itu berasal dari sumber yang tidak baik, maka keburukan itulah yang akan mereka berikan pada anak dan istri.

“Mungkin kau tidak peduli kepada negaramu, enggak apa-apa. Tapi ingat, ketika kau melakukan perusakan hukum dan kamu bawa itu ke rumah, kamu bawa itu hasil kejahatan ke rumah, kau sedang memberikan racun dan kemudian mengkhianati keluargamu,” ungkap Saor.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar sepakat dengan saran-saran perbaikan yang dikemukakan oleh narasumber lain, misalnya untuk melakukan bersih-bersih juga memilih sosok pemimpin yang memberi contoh baik.

Namun, ada hal lain yang juga menurutnya penting. Ada inkonsistensi proses peradilan yang membingungkan bagi Kejaksaan Agung.

“Kalau kita flashback ke belakang ada kelangkaan minyak goreng, lalu kita sidik, orang-orangnya kita bawa ke pengadilan, lalu pertanggungjawaban terhadap uang pengganti kerugian ke negara tidak dapat diminta, lalu dikatakan ke korporasi. Sekarang korporasi kita sidik lalu onslag. Artinya ke mana kami mau meminta mengawal kepentingan negara,” ungkap Harli.

Terakhir, Binziad Kadafi menyebut KY akan mengupayakan banyak hal demi memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. Mulai dari mengintensifkan pemantauan di pengadilan-pengadilan yang menangani perkara strategis, profil-profil penting, dan jumlah uang yang besar. Kemudian tegas menegakkan etik, memperketat seleksi hakim agung, dan terakhir berharap DPR bisa memperkuat kewenangan KY.

“Ini kesempatan yang baik juga, kepada Bang Hinca kita berharap supaya Komisi III DPR itu bisa dari waktu ke waktu menguatkan kewenangan KY. Kemarin kita sudah ada bicara soal rencana amandemen terhadap Undang-Undang KY,” pungkasnya.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *