Chappy Hakim Sebut Alasan Rakyat Tolak Revisi UU TNI

“Tidak ada pedoman, komunikasi sosial menjadi liar. Semua pedomannya sendiri-sendiri enggak ada rujukannya,”

Salah satu isu yang tengah menjadi perhatian publik luas saat ini adalah pengesahan Undang-Undang TNI hasil revisi 2025 yang memungkinkan prajurit TNI bisa menduduki lebih banyak jabatan sipil.”Salah satu isu yang tengah menjadi perhatian publik luas saat ini adalah pengesahan Undang-Undang TNI hasil revisi 2025 yang memungkinkan prajurit TNI bisa menduduki lebih banyak jabatan sipil.

Demonstrasi penolakan revisi UU TNI sudah berlangsung sejak beberapa pekan terakhir, kini setelah revisi disahkan, publik terus mendesak agar UU baru itu dibatalkan.

Publik khawatir dengan UU yang baru TNI akan menguasai sipil, bertindak semena-mena terhadap masyarakat, negara akan dijalankan dengan cara militeristik, dan dwifungsi ABRI yang dulu merebak di era Orde Baru akan kembali bangkit.

Chappy Hakim berbincang bersama Budiman Tanuredjo dalam Back to BDM.

Kepala Staf TNI AU 2002-2005 Marsekal Chappy Hakim bercerita, era ia menjabat bebarengan dengan penyelesaian masalah dwifungsi ABRI yang menjadi salah satu poin tuntutan Reformasi. Dan saat itu, Panglima TNI Jenderal TNI Endiartono Sutarto langsung memberi perintah tegas, agar fraksi ABRI di DPR segera angkat kaki dari parlemen.

“Saya masih ingat, kita pertemuan malam hari dengan person yang terbatas dan Endriartono mengatakan tidak ada nunggu-nunggu, sekarang harus keluar. Itu keputusan yang sangat penting yang saya anggap saya juga punya punya kontribusi bahwa saya menyetujui itu,” kata Chappy saat berbincang dengan Budiman Tanuredjo di siniar Back to BDM.

Chappy mengaku dirinya pernah ditugaskan sebagai pilot pesawat komersial, meski dirinya sebenarnya merupakan pilot di Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Namun, semua itu dilandasi kebutuhan yang konkret. Ketika itu, AU kelebihan pilot dan kekurangan pesawat, sementara penerbangan sipil kekurangan pilot namun sebaliknya, kelebihan pesawat. Jadi penerbang militer diperkenankan untuk membawa pesawat komersil.

Untuk bisa menjalankan tugas sipil itu Chappy juga harus menjalani pelatihan khusus, tidak sekonyong-konyong masuk

“Ada policy pemerintah pada waktu itu untuk pilot-pilot AURI ditugaskan di penerbangan sipil, tentunya itu kan enggak bisa, kan kita harus course. Jadi sekolah lagi, ground school lagi, dan saya juga sekolah lagi, dan sampai memperoleh namanya Airline Transport Pillot Lisence baru boleh terbang. Itu pun diuji lagi sama cek pilotnya government check pilot dari Kementerian Perhubungan,” jelas Chappy.

Dengan pengalaman itu, Chappy bisa memahami kemarahan publik terhadap keterlibatan TNI di posisi sipil saat ini, karena dinilai terlalu banyak prajurit TNI menempati posisi-posisi yang tidak relevan dengan kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang militer.

BDM menyerahkan buku karyanya pada Chappy Hakim.

Selain itu, Indonesia disebut Chappy belum memiliki sistem keamanan nasional yang terjabarkan dengan baik sampai ke lini bawah.

“Sistem pertahanan keamanan nasional yang dijabarkan sampai ke bawah dan itu sudah mencakup masing-masing tugas militer dan sipil, sehingga tidak mungkin ada perdebatan-perdebatan lain kecuali ada hal-hal yang mengganggu pertahanan keamanan nasional mereka, baru itu menjadi isu,” ujar Chappy.

Dengan demikian, semua interaksi antara militer dan sipil sudah ada rujukan resminya. Kemana negara ini akan dibawa juga sudah tertulis dengan jelas.

Indonesia sudah memiliki white paper atau pedoman besarnya, sayangnya itu belum terjabarkan sampai ke bawah.

“Tidak ada pedoman, komunikasi sosial menjadi liar. Semua pedomannya sendiri-sendiri enggak ada rujukannya,” ia melanjutkan.

Di Indonesia, dengan mudah mengatakan pedoman itu merupakan rahasia negara. Padahal Chappy menyebut tidak semua pedoman itu menjadi rahasia negara yang harus dijaga rapat.

White paper minimal terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama sifatnya terbuka dan harus disosialisasikan kepada publik, Sehingga publik tahu bahaimana sistem pertahanan negaranya.

Lapis kedua adalah classified atau restricted. Terakhir, lapis ketiga merupakan top secret, inilah yang harus dirahasiakan.

“Yang ketiga baru ada top secret, bahwa sistem senjata kita punya begini, begini, begini, cukup kita saja yang punya yang tahu. Jadi jangan dihantam rata bahwa sistem pertahanan kita itu rahasia, enggak, enggak rahasia,” tegas Chappy.

Dalam kondisi negara yang sudah seperti ini, satu-satunya cara untuk memperbaikinya adalah dengam melihat kembali dari awal, kemana negara ini hendak dibawa, bagaimana caranya, dan sebagainya. Dan untuk melalukan itu, diperlukan kepemimpinan yang kuat juga manajemen yang melibatkan teknologi tinggi, karena kita sudah memasuki era teknologi.

Kepemimpinan yang kuat, Chappy memberikan cara mudah untuk mengetahui kuat atau tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya.

Strong leadership itu bukan berarti hanya Presiden, itu (termasuk) para elit. Kita lihat saja bagaimana kebijakan yang keluar. Kalau kebijakan-kebijakan yang keluar itu tidak menimbulkan kegaduhan, dia berarti punya kepemimpinan yang kuat,” sebut Chappy.

Untuk Indonesia, masing-masing bisa menilai dari bagaimana kegaduhan tak kunjung usai akibat pemerintah menerbitkan kebijakan demi kebijakan yang bertentangan dengan kehendak atau kepentingan rakyat.

Kedua dalam hal manajemen teknologi tinggi. Misalnya dalam hal perang, kini arenanya bertambah dunia siber. Para pemikir pertahanan sepakat menyebut perang tak hanya bisa dilakukan di darat, laut, udara, dan luar angkasa, tapi juga dunia digital atau siber.

“Itu sebabnya evolusi tentang perang, evolusi tentang pertahanan juga meningkat dari pertahanan yang tradisional sifatnya , setelah siber pertahanan smart namanya, karena sudah menjadi smart war, sudah menjadi hybrid war. Jadi sistem pertahanan juga harus smart defense system di mana semua itu menjadi bagian utama yang menjadi mainstream-nya sistem pertahanan keamanan negara,” jelas Chappy.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *