Asa Penanganan Korupsi di Era Prabowo

“Jangan dipakai kasus korupsi ini sebagai deal politik, karena itu pola yang diduga dilakukan oleh Pak Jokowi terhadap elite-elite politik….”

—Pengamat Korupsi Vishnu Juwono

Penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia selama ini terkesan tidak optimal, pemerintah lintas kepemimpinan tak menunjukkan keseriusan yang paripurna untuk membabat kejahatan korupsi. Bahkan, dalam 5 tahun terakhir, kondisinya semakin buruk ketika UU KPK direvisi, Indeks Persepsi Korupsi pun terjun bebas dari 40 ke 34 poin.

Akibatnya, KPK melemah, korupsi kian merajalela. Tindakan jahat itu bisa dengan mudah ditemukan di mana saja. Sementara koruptor melenggang aman. Tertangkap pun hukumannya ringan.

Namun kini pemerintahan telah berganti, Prabowo Subianto yang terpilih menggantikan Jokowi, membawa angin segar terhadap pemberantasan korupsi.

Hal itu terlihat dari retorika yang sejauh ini ia tampilkan di publik. Tingkat kepercayaan masyarakat pun tinggi untuk pasangan pemimpin baru ini. Survei Indikator Politik menyebut kepercayaan publik di 100 hari kerja Prabowo-Gibran ada di angka 79,3. Sementara survei Litbang Kompas untuk kepuasan publik terhadap kinerja Prabowo-Gibran menunjukkan angka yang lebih tinggi, yakni 80,9.

Vishnu Juwono menginginkan Prabowo kembalikan kekuatan KPK seperti sedia kala.

Optimisme serupa ternyata juga datang dari pakar administrasi publik sekaligus pengamat korupsi dari Universitas Indonesia Vishnu Juwono.

Saat menjadi bintang tamu dalam Back to BDM YouTube Budiman Tanuredjo, Vishnu menyatakan masih menyimpan harapan besar terhadap Prabowo, khususnya dalam hal penanganan korupsi.

“Harapannya tentu saya begitu besar terhadap Pak Prabowo, karena kalau saya melihat Pak Prabowo secara tokoh politik itu lengkap. Dalam arti dia punya partai, dia tidak butuh dana besar karena dia seorang pengusaha, adiknya seorang pengusaha besar, sehingga semua dari segi dana dia enggak perlulah. Sudah habis (selesai) dengan dirinya sendiri, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengabdi kepada negara,” kata Vishnu.

Hanya saja ia menyayangkan, Prabowo membiarkan komisioner KPK yang bekerja di masa tugasnya sekarang dipilih justru oleh Presiden sebelumnya. Dan hasil seleksi itu tidak merepresentasikan masyarakat sipil dan kalangan perempuan, karena kebanyakan komisioner berasal dari kelompok aparatur negara.

Terlepas dari kondisi itu, saat ini ada satu kasus yang dianggap Vishnu menjadi pintu masuk yang tepat untuk menunjukkan keseriusan upaya Prabowo menangani korupsi sebagaimana selalu ia sampaikan dalam pidato-pidatonya. Kasus itu adalah kasus yang menyeret Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto.

Dosen di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) itu pun berharap Prabowo bisa tuntas mengusut kasus Hasto Kristianto termasuk menangkap Harun Masiku, dan tidak melakukan deal-deal atau barter politik demi kepentingan pemerintahannya.

“Jangan dipakai kasus korupsi ini sebagai deal politik, karena itu pola yang diduga dilakukan oleh Pak Jokowi terhadap elite-elite politik, salah satunya memaksa ketua partai atau elite politik untuk bergabung dengan koalisinya karena diduga Pak Jokowi mengetahui kasus-kasus korupsi yang menimpa elit politik. Dan itu dijadikan bargain politik untuk membentuk koalisi,” jelas pria yang mendapatkan gelar Doctor of Philosophy (PhD) dari London School of Economics and Political Science (LSE) itu.

Kita nantikan bagaimana komitmen Prabowo terhadap ucapannya memberantas korupsi, bagaimana keberpihakannya terhadap KPK. Kasus Hasto adalah ujian besar pertama yang kita harap Prabowo mampu melaluinya dengan baik. Jika ia berhasil, maka sinyal baik bagi kabar pemberantasan korupsi di Indonesia, setidaknya 5 tahun ke depan.

BDM memberikan buku-buku karyanya kepada Vishnu Juwono.

Dalam salah satu pidatonya, Prabowo sempat mengatakan akan memaafkan koruptor, asalkan mereka kembalikan aset negara yang dicuri. Vishnu mengritisi pernyataan Presiden tersebut, karena dikhawatirkan akan menjadi sinyal buruk. Pesan itu dikhawatirkan akan diterima koruptor sebagai bentuk ampunan, ketidaktegasan negara terhadap kejahatan yang sudah dilakukan.

“Justru sebaliknya, justru hal itu yang harus dimanfaatkan dalam hal pembuktian terbalik bahwa karena Anda sudah korupsi, Anda bertanggung jawab untuk mengembalikan dan wajib dihukum dalam proses penegakan hukum yang transparan dan adil,” tegas Vishnu.

Kembalikan Kekuatan KPK

Untuk memberi nyawa pada janji-janjinya menangani korupsi, Presiden semestinya membuat gebrakan besar mengembalikan kedigdayaan KPK, mengembalikan independensinya dalam menindak koruptor seperti sedia kala sebelum terjadi revisi UU KPK di tahun 2019.

“Sebenarnya template-nya sudah ada, organisasi KPK yang begitu efektif dari zamannya Pak SBY hingga periode pertama Pak Jokowi. Coba didesain supaya organisasinya kembali seperti itu,” harap Vishnu.

Pengembalian KPK itu tentu tak cukup jika tidak dibarengi dengan reorganisasi kepegawaian KPK. Susunan pegawai di internal KPK juga harus diperbaiki. Publik sama-sama mengetahui, pernah terjadi “penyingkiran” puluhan pegawai KPK yang dianggap kredibel, kompeten, dan berintegritas tinggi.

Wawancara BDM dengan Vishnu Juwono.

Vishnu pun berharap, mereka yang sempat tersingkir bisa diberi kesempatan untuk kembali masuk, tentu melalui jalur rekruitmen yang transparan dan profesional.

Semua ini baru bisa dimulai ketika pemerintah bersama DPR kembali melakukan revisi terhadap UU KPK yang berlaku sekarang.

“Tentu awalnya harus melakukan revisi undang-undang, tapi dengan catatan harus ada langkah lanjutannya yaitu upaya untuk merestrukturisasi, reorganisasi lagi KPK, sehingga KPK benar-benar berisi personel yang mempunyai integritas tinggi, kompeten dalam melakukan investigasi,” kata Vishnu yang sempat meneliti korupsi di Indonesia 1945-2014 itu.

Kembalikan KPK yang lama, KPK yang bersih, kompeten, dan berintegritas. Dan diperlukan tangan Prabowo untuk bisa benar-benar mewujudkan KPK yang kuat itu. Presiden harus proaktif menunjukkan keberpihakannya pada KPK, jangan hanya menunggu.

“Pesiden harus proaktif, tidak bisa pasif saja menunggu KPK bagaimana terus baru bereaksi. Dia harus punya rencana aksinya bagaimana dalam waktu dekat ini, terutama mendorong kasus-kasus besar seperti yang di depan mata ini kasus Hasto yang menimpa PDI Perjuangan,” ungkap Vishnu.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *