Peran DPD Tak Terlihat, Senator Irman Gusman: Hanya di Koran-Koran Lokal

“Ada, cuma kurang teramplifikasi, hanya (diberitakan) di koran-koran lokal. Saya tahu persis soal katakan pemagaran laut, jauh sebelum pemagaran itu satu senator dari Banten sudah bersuara, ada di medianya, bisa kita lihat. Cuma amplifikasinya enggak menjadi suara mainstream media nasional,”

—Anggota DPD Sumatera Barat, Irman Gusman

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) adalah salah satu lembaga negara yang disebutkan dalam konstitusi. Secara umum, fungsinya adalah sebagai lembaga penyalur aspirasi yang datangnya dari daerah.

Namun, harus diakui selama ini eksistensi DPD di ruang publik tidak terlalu terlihat sebagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Terlebih soal apa yang mereka kerjakan, publik seakan tak mendapat cukup informasi sehingga tidak tahu-menahu hal terkait DPD.

Menanggapi hal tersebut, anggota DPD Sumatera Barat Irman Gusman menyebut desain awal dari DPD memang seperti itu.

“Ya mohon maaf, memang didesainnya seperti itu. Artinya secara konstitusi saya mencoba, walaupun konstitusinya tidak meletakkan posisi DPD itu selayaknya check and balance, strong bicameral seperti idealnya, tapi kita secara bertahap mencoba melakukan eksistensi-eksistensi itu,” ujar Irman saat menjadi narasumber di podcast Back to BDM YouTube Budiman Tanuredjo.

Diperlukan kreativitas dari para pimpinan DPD untuk bisa meningkatkan eksistensi DPD di tengah masyarakat. Political entrepreneurship.

Lantas apa sebenarnya yang dikerjakan para senator di DPD sana? Ada yang dikerjakan namun tak terlihat, atau memang tidak ada yang dilakukan?

“Ya kerjanya tentu sudah, tapi kok apa saking kecilnya nyaris tak terdengar,” ujar dia.

Irman Gusman saat hadir dalam Back to BDM YouTube Budiman Tanuredjo.

Sebagai wakil daerah di tingkat nasional, DPD semestinya giat menyuarakan aspirasi atau permasalahan yang terjadi dan dikeluhkan masyarakat di daerahnya masing-masing agar mendapat respons dari pemerintah pusat.

Namun, dalam beberapa isu terakhir, misalnya tencana kenaikan PPN 12 persen dan pagar laut Tangerang, DPD tak muncul suaranya. Padahal, suara di masyarakat sudah begitu riug mempermasalahkan isu-isu itu.

“Yang saya amati, sebenarnya ada cuma kurang teramplifikasi, hanya (diberitakan) di koran-koran lokal. Saya tahu persis soal katakan pemagaran laut, jauh sebelum pemagaran itu satu senator dari Banten sudah bersuara, ada di medianya, bisa kita lihat. Cuma amplifikasinya enggak menjadi suara mainstream media nasional,” sebut Imran.

Jadi, meski tak terdengar gaungnya, DPD tetaplah melaksanakan tugas dan fungsinya. Setidaknya begitu yang diketahui Imran.

Eksos tidaknya DPD sekali lagi sangat dipengaruhi oleh pemimpinnya. Bagaimana kedekatan hubungan seorang pemimpin DPD dengan pemerintah itu menjadi salah satu faktor penentunya.

Irman mengatakan, ada satu masa dimana DPD bisa terlihat hadir dan seimbang dengan DPR.

“Ketika pimpinannya mengambil posisi tidak friendly dengan pemerintah, katakan presiden, nah itu agak sulit dia,” kata dia.

Dengan menjaga kedekatan dengan pemerintah, DPD bisa menyuarakan aspirasi publik secara lebih optimal.

Ia sendiri sebagai orang yang pernah menduduki kursi Ketua DPD mengaku dalam membangun komunikasi yang bersifat kritik selalu menggunakan bahasa-bahasa yang baik. Dengan harapan, pesan yang disampaikan juga bisa diterima dengan baik.

Kondisi hari ini, Presiden dinilai terlalu berkuasa dengan segala kewenangan yang dimilikinya. Terlebih dengan tidak adanya Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang bisa menjadi kontrol. Di samping eksekutif yang sangat berkuasa itu, legislatif atau DPR nampak disfungsi. Mereka bukan menyuarakan aspirasi rakyat, namun aspirasi partai tempatnya bernaung. Dalam waktu yang sama, DPD juga hanya diam dan tidak menunjukkan geliat apapun dalam diskursus politik nasional.

“Akhirnya begitu juga kan. Dengan adanya fraksi jadi memang perlu Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang DPR yang baik. Enggak ada lagi fraksi dan sebagainya supaya yang hadir di Senayan itu betul-betul suara rakyat, bukan suara partai,” jelas dia.

Faktor lain yang membuat kerja-kerja DPD tidak terdengar adalah ketidakberpihakan media arus utama dalam memberitakan mereka.

Irman mengritik media saat ini cenderung mengamgkat berita yang memiliki nilai jual, sekalipun itu tidak terlampau penting. Sementara informasi-informasi penting terkait DPD tak disorot karena tau tak banyak atensi yang akan tersedot.

“Mohon maaf saya harus kritik juga, dalam dunia industri pers sekarang sudah komersil. Sehingga selalu selalu melihat berita dari nilai komersialnya, bukan nilai idealismenya,”ujarnya.

Dari sisi anggota atau internal sendiri, para senator diharap bisa lebih pro-aktif menginformasikan tugas-tugas apa saja yang mereka kerjakan. Misalnya Irman yang rutin mengunggah kegiatan-kegiatannya di Instagram sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.

“Bentuk pertanggungjawaban publik saya, saya punya sosmed, saya hadir, saya datang ke daerah-daerah. Itu kan yang dulu enggak pernah saya lakukan, karena saya sebagai pimpinan kan enggak perlu harus reses gitu,” pungkas politisi yang menjadi Ketua DPD-RI 2009-2016 itu.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *