“Dalam konteks sistemnya kan kita belum lihat (bukti konkrit adanya kemauan politik), makanya kita enggak bisa menilai, sukur-sukur minggu ini tahu-tahu ada Perpu mengembalikan (KPK) atau mungkin ada reshufle barangkali ya. Bentuk shock therapy,”
-Anggota DPD RI-Sumatera Barat Irman Gusman
Masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sudah berjalan lebih dari 3 bulan sejak mereka dilantik pada 20 Oktober 2024. Menjelang 100 hari pemerintahan baru, adakah kebijakan atau keputusan besar yang sudah diambil dan menjadi catatan baik untuk kinerja Presiden dan Wakilnya itu?
100 hari memang bukan waktu yang panjang, namun 100 hari bukan juga waktu yang terlalu singkat untuk seorang Presiden menunjukkan prestasi atau gebrakan baik dalam pemerintahannya. Hasil kerja di 100 hari pertama itu setidaknya bisa menjadi cerminan kira-kira bagaimana pemerintahan akan berjalan dalam waktu utuh 5 tahun ke depan.
Di awal-awal masa jabatannya, Prabowo Subianto sudah menunjukkan retorika yang baik terkait penanganan korupsi dan kebijakan anggaran. Namun, sudahkah retorika itu diwujudkan dalam kebijakan politik?
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman memberikan pandangannya terkait capaian 100 hari kerja Prabowo-Gibran dalam podcast Back To BDM di kanal YouTube Budiman Tanuredjo.
Irman menilai hingga beberapa pekan jelang 100 hari pemerintahan yang akan jatuh pada akhir Januari 2025, Prabowo belum menunjukkan gebrakan yang mampu menarik perhatian masyarakat untuk semakin mendukung pemerintahannnya. Misalnya belum ada langkah signifikan terkait penumpasan korupsi, perbaikan hukum, dan demokrasi.
“Jadi dia harus mengambil quick win kan menjelang 100 hari ya tanggal 30 Januari ini. Mungkin mereka lagi mencoba memformulasikan (langkah apa yang harus dilakukan), mungkin kesadaran di antara kabinet yang bidang hukum ini sudah ada, cuma lagi mencari pola, modelnya gimana,” kata Irman.
Ia mengusulkan agar pemerintah segera menyeriusi pembuatan UU Perampasan Aset atau mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (perpu) untuk mengembalikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti sebelumnya di sisa waktu yang ada.
Selain urgen di tengah kondisi negara yang penuh dengan kasus korupsi seperti Indonesia, hal-hal itu juga banyak dikehendaki oleh publik, sehingga jika benar dilakukan akan menimbulkan kepuasan di pihak masyarakat luas, bukan hanya kelompok masyarakat yang memilihnya pada Pilpres kemarin.
Meski belum nampak tanda-tanda pemerintah akan merumuskan UU Perampasan itu, namun Irmam berharap akan ada kejutan, di beberapa hari yang tersisa ini pemerintah tiba-tiba akan mengumumkan sesuatu yang menggembirakan rakyat.
“Tentu publik akan melihat, (jika tidak diwujudkan) tentu akan menjadi persoalan juga buat kredibilitas Prabowo antara apa yang dia sampaikan dengan apa yang dilaksanakan (ternyata berbeda),” sebut senator yang mewakili daerah Sumatera Barat itu.
Masih lekat dalam ingatan publik bagaimana Prabowo dengan tegas mengatakan akan mengejar para kotuptor sampai ke ujung bumi, bagaimana Prabowo mengimbau menterinya untuk tidak mencuri uang APBN, dan sebagainya.
Sikap Presiden yang dikemukakan melalui berbagai pidatonya itu bagi Irman sudah cukup membuat orang-orang yang bekerja bersamanya akan lebih berhati-hati dan menjaga profesionalitasnya. Namun semua itu tak akan efektif jika hanya sebatas kata-kata. Perlu institusionalisasi dan sistem yang membuat ucapan Presiden menjadi lebih kuat untuk dijalankan.
“Harus diinstitusionalkan, harus dibuat sistemnya, tidak hanya mengaum saja. Kalau mengaum mungkin tikusnya takut, tapi kalau aum kan ada batasnya. Kalau cuman omon-omon saja nanti akan kembali business as usual. Itu yang harus kita jaga,” tegas pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat itu.

Di dalam pemerintahan Prabowo, bergabung hampir seluruh partai politik besar dimana Ketua Umumnya menjadi menteri di kabinet. Sebut saja ada Agus Harimurti Yudhoyono dari Partai Demokrat, Bahlil Lahadalia dari Partai Golkar, Muhaimin Iskandar dari PKB, Zulkifli Hasan dari PAN, dan Prabowo sendiri yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra.
Dengan konfigurasi kabinet pemerintahan yang seperti itu, pemerintahan Prabowo sesungguhnya memiliki kekuatan politik yang kuat dan solid di DPR. Itu akan memudahkan langkah Presiden jika memang benar-benar ingin membentuk UU terkait korupsi. Hanya dibutuhkan kemauan politik atau political will yang kuat untuk bisa mewujudkannya.
“Dalam konteks sistemnya kan kita belum lihat (bukti konkrit adanya kemauan politik), makanya kita enggak bisa menilai, sukur-sukur minggu ini tahu-tahu ada Perpu mengembalikan (KPK) atau mungkin ada reshufle barangkali ya. Bentuk shock therapy,” ungkap politisi berusia 62 tahun tersebut.
Jadi, gebrakan Presiden benar-benar ditunggu. Terlebih, kedudukan Presiden di Indonesia itu memiliki kekuatan ganda, selain sebagai kepala negara, Presiden juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan.
“Kalau di Malaysia itu kombinasi antara Raja dan Perdana Menteri. Sedangkan Anwar Ibrahim cukup PM saja kan gebrakannya lumayan gitu loh,” ujar dia.
Dengan segala kewenangan yang digenggam Prabowo, didukung pula dengan optimisme dan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, gebrakan 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran sungguh-sungguh dinantikan.
Budaya Politik “Ewuh-Pekewuh“
Prabowo dikenal sebagai seseorang yang datang dari dunia militer yang terkenal dengan sikap tegas. Ia juga dikenal sebagai seorang politisi yang begitu ingin menyejahterakan masyarakat Indonesia.
Banyak yang mengatakan, di usia yang sudah menginjak 73 tahun, semua aspek duniawi sudah Prabowo dapat. Tak ada lagi yang ia kejar, kecuali mimpinya untuk bisa mengabdikan diri spenuhnya bagi bangsa dan negara. Itu juga yang kerap ia sampaikan di hadapan publik. Itu adalah modal awal yang baik dimiliki seorang pemimpin negara.
Namun, Prabowo nampak belum menjadi dirinya sendiri selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Morat-maritnya aspek hukum, demokrasi, penanganan korupsi, dan ekonomi negara ini belum ia sentuh dengan serius. Padahal negara ini tengah membutuhkan tangan dingin yang bisa segera memperbaiki kondisinya secara perlahan. Adakah Prabowo masih ada di bawah bayang-bayang presiden sebelumnya, Joko Widodo?

Sudah menjadi rahasia umum bagaimana bentuk dukungan dan bantuan politik Jokowi bagi Prabowo sehingga ia bisa ada di kursi RI-1 hari ini. Irman menyebut Prabowo masih menyimpan rasa sungkan atau yang dalam bahasa Jawa disebut dengan ewuh-pekewuh terhadap Jokowi.
“Politik kita ini kan politik yang ewuh pekewuh, Pak Prabowo sebagai militer yang tegas tapi dia belajar politik juga. Jadi politik kita ini kan memang bukan politik seperti yang kita harapkan, yang lebih tegas, decisive, yang lebih transparan. Mungkin dia transisi. He is the right man, barangkali waktunya bukan sangat tepat jadi perlu dukungan kita,” jelas Irman.
Alasan kultur politik Indonesia itulah yang membuat Prabowo diduga lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan, terlebih kebijakan strategis yang akan mendapat sorotan perhatian dari publik.
Irman tak berani menyebut sikap hati-hati Prabowo saat ini akibat masih berada di bawah bayang-bayang Jokowi. Namun kultur ewuh-pekewuh itu lah yang menyebabkan politik kita masih terlalu banyak kompromi, dan kultur itu memang bisa berpengaruh besar terhadap gaya kepemimpinan seorang pemimpin.
“Kultur ewuh-pekewuh, enggak enakan. Toh dia (Jokowi) kan yang dukung saya. Kalau kita lihat Pak Prabowo ini memang karakternya orang yang enggak pernah lupa dengan orang yang mendukung dia. Itu harus kita pelajari juga. Oke kita terima itu, tapi tentu ada batasnya,” kata Irman.
“Saya tidak sebut spesifikas orang tertentu, tapi katakan rezim yang lama itu mungkin faktor kulturalnya terlalu kuat,” imbuhnya.
Irman, sebagaimana masyarakat Indonesia lainnya, masih menyimpan optimisme yang tinggi terhadap kualitas kepemimpinan Prabowo. Ia mengajak semua pihak untuk bersabar, tunggu 100 hari itu benar-benar terpenuhi, dan kita lihat coretan prestasi apa yang ditorehkan Presiden Prabowo beserta pemerintahan yang ia pimpin.
“Pak Prabowo punya leadership yang kuat, tapi dia butuh manajerial. Leadership dan managerial skill ini kan diperlukan dalam bentuk teamwork. Ini inilah untuk menterjemahkan pikiran Pak Jakob Oetama, jangan setelah omong-omong dianggap sudah selesai, itu kan baru statement. Statement menjadi sebuah action kan butuh manajerial gitu,” demikian kata Irman.
Leave a Reply