Membangkitkan Perlawanan Pembusuk Negeri

Budiman Tanuredjo

Lokasinya tidak jauh dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak sampai 500 meter. Di Trinity Tower Lantai 45, Universitas Paramadina membuka kelas pascasarjana. “Ruangan ini akan menjadi hub pergerakan anti korupsi,” ujar Wijayanto Samirin, pengajar Universitas Paramadina dalam obrolan bersama Rektor Universitas Paramadina Prof Dr Didik J. Rachbini, Ketua Yayasan Harkat Negeri Sudirman Said, mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Kevins Evans, seorang pengamat politik dari aktivis antikorupsi asal Australia, Ahmad Khoirul Umam yang juga dosen Universitas Paramadina, serta Sukidi Mulyadi, seorang pemikir kebhinekaan lulusan Harvard University.

Paramadina menggunakan Hari Antikorupsi se-Dunia, 9 Desember 2024, untuk “soft-launching” kampus yang berada di kawasan segitiga emas. Kampus Paramadina Kuningan adalah kampus ketiga. Dua kampus sebelumnya ada di Gatot Subroto dan Cilangkap. Tema antikorupsi digaungkan melalui orasi sejumlah tokoh yang hadir.

Wijayanto Samirin menyampaikan orasinya dalam diskusi anti korupsi di Universitas Paramadina.

Wijayanto mengawali orasinya dengan mengajak audiens untuk memberi kepercayaan pada Presiden Prabowo Subianto untuk mengatasi korupsi di Tanah Air. “Beri kesempatan setahun,” ujar editor buku Korupsi Mengkorupsi Indonesia. Ia memberi alasan bahwa Prabowo punya tujuh keistimewaan yang tidak dimiliki tokoh lain.

Keistimewaan Prabowo itu adalah putra orang terpandang, ekonom Sumitro Djojohadikusumo, punya akses pendidikan terbaik, punya karier militer gemilang, secara ekonomi sudah sangat berkelimpahan, sebagai ketua umum partai politik, seorang menantu Presiden, dan kini sebagai Presiden Indonesia. “Tidak ada orang punya privilege seperti Prabowo,” ujar Wijayanto seraya menambahkan, “dengan segala keistimewaan yang ada, mampukah Prabowo menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya karena bisa mentransformasikan Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi.” Jika berhasil itulah privilege kedelapan Prabowo.

Wijayanto memberi kesempatan kepada Presiden Prabowo untuk membersihkan negeri dari korupsi. Namun, optimisme Wijayanto itu diragukan Saut Situmorang. “Apakah kita semua tidak akan mengalami kekecewaan seperti pada era Presiden Jokowi. Kita ini seperti hidup di kandang ayam.” Sistem sudah rusak. Dengan gaya seorang aktivis, Saut mengajak audiens untuk menyambut sapaan “kawan-kawan” dengan teriakan lantang lawan korupsi. Dengan teori kendang ayam yang dikemukakan, ia pesimis pemerintahan Prabowo bisa melunasi janji kampanyenya untuk memberantas korupsi di negeri ini.

Data Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dari tahun ke tahun yang dipresentasikan Kevin Evans.

Kevin Evans, dalam presentasinya, Indonesia pernah mencapai masa-masa puncak dari ukuran Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2019 dengan skor 40. Namun, IPK Indonesia mundur sepuluh tahun kembali ke skor 34 pada tahun 2023. Skor itu sama dengan IPK tahun 2004. Kemunduran itu diawali dengan revisi UU KPK yang diajukan DPR dan diamini Presiden Jokowi.

Bagi Kevins, penangkapan-penangkapan tidak akan membawa perubahan jika tak ada perubahan sistem. Dalam perspektif Kevin, perbaikan sistem kelembagaan tetaplah menjadi kunci dari penanggulangan korupsi di Tanah Air.

Sukidi Mulyadi dalam diskusi anti korupsi di Universitas Paramadina.

Tatanan moral dan hukum Indonesia telah hancur. Sukidi mengungkapkan, nepotisme yang menjadi kejahatan pada tahun 1998. Tapi kini, nepotisme menjadi normal. Bahkan, nepotisme dipraktikkan secara terbuka dengan menyiasati konstitusi. Meski demikian, Sukidi mengajak semua elemen bangsa untuk tidak terus meratapi keadaaan yang telah rusak dan dirusak tetapi harus menjadi cahaya di tengah kegelapan demokrasi untuk mencintai negeri ini. Sedang Ahmad Khoirul Umam melihat gejala stagnasi IPK sudah menjadi gejala global, termasuk di negeri ini. Sistem politik yang mahal.

Sudirman Said dalam diskusi anti korupsi di Universitas Paramadina.

Sudirman Said menyebut, korupsi adalah penyakit menahun yang menempatkan negeri kita di kelas paria dalam gerakan antirasuah. Dan, korupsi bisa membangkrutkan negeri. Kegeraman Sudirman tampak dari pilihan kata dalam teks tertulisnya.

Dia menulis:

…Seburuk-buruk keadaan adalah ketika bahasa kejujuran-kebenaran sudah jadi tabu atau ditabukan, dan bahasa kebohongan-penipuan justru dibanjiri puja-puji apresiasi.
Sepenyok-penyok kondisi adalah ketika orang yang jujur-lurus dilibas-disingkirkan, dan para pembengkok-pelampau batas (penipu, pencuri, penggarong, pengemplang, pencuci uang, dsb) malah dielu-elukan bahkan dijadikan idola-panutan.
Sesial-sial kebangkrutan adalah ketika segala hal ditujukan buat berpuas-puas di hari ini, dan alpa bahkan “masa bodo amat” pada kenyataan generasi mendatang.
Serendah-rendah peradaban adalah ketika di mana-mana ajaran kemuliaan antusias sekali dijalankan tapi tidak lebih dari untuk beroleh citra “baik” atau “bermoral” di mata ego/sosial, sambil meludahi-memantati derajat hakiki kemanusiaan dan Tuhan.
Sehina-dina derajat manusia adalah ketika “malu bertindak cela” tidak dinajiskan, tidak disanksi, tidak dijauhi, tapi malah didekati, ditoleransi, dilegalkan, di-copy dan bahkan dijadikan way of life oleh banyak orang. Yang menentangnya malah dicap “sok suci”, dikepret, dibungkam, dikriminalisasi, disel, bahkan dijadikan pesakitan di pojok-pojok perundungan yang terorganisir-tersistematis..
Terasa ada kefrustrasian terhadap agenda pemberantasan korupsi di negeri ini. Retorika pemnberantasan korupsi memang amat menjanjikan namun pada akhirnya kekecewaan rakyat menjadi keniscayaan. Korupsi terus saja terjadi. Hari anti korupsi se-Dunia 9 Desember telah menjadi ritua tahunan. Safari pidato elite negeri terjadi pada hari antikorupsi. Namun, setelah itu biasanya sepi kembali.

Saya membaca Tajuk Rencana Kompas 14 September 1965:

… Soal pentjoleng ekonomi sekarang, ramai dibitjarakan lagi. Dibitjarakan lagi, sebab sudah pernah bahkan sering hal itu didjadikan bahan pembitjaraan. Jang ditunggu oleh rakjat sekarang bukanlah “pembitjaraan lagi” tapi tindakan kongkrit: tangkap mereka, periksa, adili, hukum, gantung, tembak! Beberapa hal perlu dikemukakan: Adakah pentjolengan ekonomi itu…?
Diskusi, retorika, penting untuk memberikan penyadaran bahwa korupsi berpotensi membangkrutkan negeri. Namun yang lebih penting adalah aksi. Gagasan Paramadina untuk menjadikan kampus sebagai hub perjuangan antikorupsi menjadi relevan ketika suara antikorupsi menjadi sepi di tengah gemuruh narasi yang diproduksi negara. Perlu ada konektor yang menghubungkan korupsi dan nasib rakyat sehingga perjuangan melawan korupsi adalah perjuangan rakyat.

Tangkapan layar Tajuk Rencana Kompas 14 September 1965.

Seperti ditulis dalam buku Why National Fail (2012) karya Daron Acemoglu, Noha Ahmed pendemo di Lapangan Tahrir, Kairo mengatakan, “Kami menderita karena korupsi. Penindasan dan mutu buruk pendidikan karena korupsi. Kami hidup dalam sistem yang korup dan wajib dibongkar.

Kata korupsi tidak punya akar sejarah di republik ini. Korupsi berasal dari bahasa latin corrumpere yang berarti membusukkan atau membuat busuk. Koruptor adalah pembusuk. Perilaku korup adalah perilaku membusukkan negeri di semua lini kehidupan. Seorang membeli gelar doktor adalah praktik membusukkan negeri ini, praktik membeli suara dalam pilkada adalah usaha membusukkan negeri. Mungkin saatnya koruptor disebut pembusuk negeri. Istilah koruptor tidak membangkitkan perlawanan rakyat. Hari Anti Korupsi se-Dunia, membutuhkan aksi nyata perang semesta melawan korupsi. Dan pintunya adalah membongkar mafia peradilan Zarof Ricar, bekas pejabat Mahkamah Agung. Kasus itu adalah pintu masuk untuk memberikan terapi kejut pada negeri ini. Kontak pandora Zarof Ricar yang di rumahnya ditemukan uang hampir Rp1 triliun dan 51 kilogran emas, jika dibuka akan memudahkan Presiden Prabowo Subianto membersihkan negeri ini.

Tidak perlu memburu koruptor ke Antartika tapi cukup dari Jakarta. Presiden Prabowo Subianto bisa membentuk tim independen untuk mengorek keterangan Zarof Ricar dari mana dan kemana saja uang triliunan rupiah itu telah dialirkan. Itulah momentum terbaik untuk membersihkan negeri ini dari pedagang-pedagang hukum.
Semoga saja momentum ini bisa diambil agar rakyat punya harapan dan bukan malah kekecewaan. ***


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *