Usut Temuan Rp1 Triliun di Kediaman Zarof Ricar, Demi Wajah Peradilan Indonesia

“…lembaga penegak hukum yang sudah sangat mature seperti Kejaksaan punya teknik, punya strategi dalam melakukan penyidikan untuk membongkar itu semua dan akan lebih bagus lagi apabila kejaksaan membuka diri bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lain, terutama KPK…”

Binziad Kadafi, Anggota Komisi Yudisial

Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan uang tunai senilai Rp920 miliar dan emas seberat 51 kg saat melakukan penggeledahan di kediaman mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar (ZR) di Jakarta beberapa waktu lalu. Nilai dari temuan itu jika ditotal nyaris menyentuh angka Rp1 triliun, yakni Rp995 miliar.

Penggeledahan ini merupakan pengembangan dari penyelidikan kasus suap terkait vonis bebas dari Pengadilan Negeri Surabaya untuk Ronald Tannur yang sebelumnya divonis bersalah karena telah menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti hingga korban kehilangan nyawa.

Binziad Kadafi, Anggota Komisi Yudisial (KY) mengaku tidak terkejut dengan temuan besar penyidik Kejagung ini. Dafi menyebut dalam beberapa tahun terakhir sudah terjadi sejumlah kasus suap penanganan perkara hukum melibatkan para petinggi lembaga peradilan yang diungkap oleh penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Terakhir itu oleh KPK pada saat melakukan OTT terhadap Hakim Agung dan beberapa Hakim Yustisial, termasuk juga para pegawai di Mahkamah Agung terkait dengan pengurusan suatu perkara,” kata Dafi dalam podcast Back to BDM (8/11/2024) di kanal YouTube Budiman Tanuredjo.

Dan ketika kasus ZR terkuak, ia berharap ada langkah revolusioner untuk menindaklanjuti perkara-perkara suap di lingkup peradilan. Ketua Mahkamah Agung yang baru, Sunarto, diharap bisa mengambil langkah yang lebih strategis, terstruktur, dan keras terhadap kasus-kasus penyimpangan di lingkup MA.

Terkait langkah ZR menyimpan uang dan emas yang bernilai hampir Rp 1 triliun di kediamannya dalam bentuk tunai, Dafi menilainya sebagai upaya untuk menghindari deteksi lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK dan PPATK yang memiliki kewenangan untuk membuka data transaksi perbankan tiap pejabat negara. Dengan begitu, transaksi dan penyimpanan dalam bentuk tunai dianggap lebih aman, meski jumlahnya begitu besar.

Di MA, Zarof Ricar merupakan pejabat nonhakim. Pejabat di kelompok inilah yang dipandang lebih rawan menerima intervensi suap dari pihak berperkara. Alasannya, mereka lebih leluasa berkomunikasi dengan pihak-pihak berperkara dan menyalurkan hasil komunikasinya kepada hakim-hakim tertentu. Jadi, dalam hal ini ZR bisa dianggap sebagai seorang broker atau perantara yang menghubungkan pihak berperkara dengan hakim.

Dafi membaca kecenderungan orang-orang yang menerima uang panas seperti itu akan segera membelanjakannya untuk banyak hal. Kecenderungan ini sebenarnya bisa menjadi pintu masuk bagi para lembaga pengawas eksternal untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.

“Lembaga-lembaga penegak hukum atau pengawas eksternal begitu itu sebenarnya bisa meneluri dari gaya hidup, dari spending mereka. Dan ini saya rasa cukup notorious, orang-orang tertentu gaya hidupnya dikatakan relatif tidak sesuai dengan penghasilan resminya sebagai aparatur sipil negara atau bahkan ketika mendapatkan jabatan struktural tertentu,” ujar Dafi.

Telusuri Aliran Dana ZR

Ahli Hukum yang meraih gelar doktor (Ph.D) di Tilburg Law School, Tilburg University, Belanda ini menyebut idealnya Kejaksaan Agung harus menelusuri kemana saja dana-dana terkait Zarof Ricar ini mengalir. Terlebih ZR sudah mengakui bahwa uang serta logam mulia tersebut ia terima dari proses pengurusan perkara yang ia tangani selama 2010-2020.

“Seharusnya bisa, dan saya rasa lembaga penegak hukum yang sudah sangat mature seperti Kejaksaan punya teknik, punya strategi dalam melakukan penyidikan untuk membongkar itu semua,” sebut Dafi.

Namun, Dafi melihat upaya itu akan lebih baik jika Kejaksaan membuka diri untuk bekerja sama dengan lembaga penegak hukum yang lain seperti KPK. KPK dianggap memiliki kewenangan yang lebih komprehensif jika dibandingkan dengan Kejaksaan ataupun Kepolisian, misalnya kewenangan meminta dan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada yang bersangkutan.

Dari LHKPN itu kemudian dapat dilihat, apakah benar harta milik Zarof Ricar mencapai Rp1 triliun sebagaimana temuan yang didapat penyidik di kediamannya. Jika tidak, maka penyidikan bisa dilakukan dengan lebih lanjut. Termasuk jika terdapat nama-nama yang disebut di dalamnya.

Wawancara Budiman Tanuredjo dengan Binziad Kadafi.

Memutus Rantai Paranoid Solidarity

Dalam kasus seperti Zarof Ricar, diyakini ia tidak bergerak sendiri melainkan melibatkan kelompok mafia dan jaringan-jaringan yang lebih luas, termasuk melibatkan para hakim. Jaringan-jaringan itu, biasanya akan memiliki solidaritas untuk melindungi kepentingan sesamanya atau dikenal dengan istilah paranoid solidarity.

Jika hal ini masih terjadi, maka proses penegakan hukum diyakini tidak akan berjalan dengan optimal. Bahkan, pelanggaran-pelanggaran serupa akan terus berulang di masa yang akan datang, meski sudah ada beberapa kasus sebelumnya yang ditetapkan sebagai terdakwa bahkan dijatuhi hukuman.

Oleh karena itu, lingkaran setan ini harus segera diberangus.

Dafi meyakini di antara beberapa oknum penegak hukum yang terjerat kasus dan menimbulkan citra negatif terhadap hakim, masih banyak hakim yang memegang teguh integritas diri dan lembaga dalam bekerja.

Beberapa di antaranya ia temukan pada saat menjadi Komisioner Komisi Yudisil dan melakukan seleksi hakim agung.

“Pada saat penelusuran rekam jejak saya kadang-kadang merasa terkejut ada sosok hakim-hakim yang relatif sudah senior, minimal 20 tahun untuk eligible mendaftar sebagai calon hakim agung, itu masih bisa menjaga integritasnya ditunjukkan dalam sikap, pandangan, visi, yang saya rasa enggak bisa dibuat-buat,” jelas Dafi.

Tidak hanya berintegritas untuk diri mereka sendiri, namun Dafi menyebut mereka juga bertekad untuk melahirkan generasi hakim yang terhormat karena integritasnyaa, generasi hakim yang lurus yang tidak mudah digoyang oleh suap dan tekanan.

“Kita berharap hakim-hakim semcam ini akan mendapat posisi yang lebiih strategis, sehingga wajah peradilan di mata publik tidak hanya ditampilkan oleh sisi-sisi gelap seperti yang sekarang kita bicarakan, tapi juga wajah peradilan yang terang-benderang, yang putih, yang bisa membanggakan, dan membuat kita yakin bahwa urusan-urusan hukum kita bisa kita serahkan kepada mereka untuk diputuskan dengan baik,” ujar Dafi.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *