Prabowo Bentuk Kementerian HAM, Solusi Tuntaskan Kasus HAM di Indonesia?

“Sekarang tinggal kedua figur ini, terutama virtu politiknya berani atau tidak, bernyali atau tidak menegakkan kebenaran. Sehingga kebijakannya itu bisa mengungkap titik terang dari kasus HAM yang memang di Indonesia ini tidak begitu menjadi perhatian yang cukup mendalam,”

Nicky Fahrizal, Peneliti Sosial dan Politik CSIS

Sebagai sebuah negara, Indonesia memiliki catatan hitam berupa kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang belum terselesaikan hingga saat ini. Misalnya adalah Tragedi Trisakti dan Peristiwa Semanggi I dan II yang terjadi di Medio 1998-1999, juga tragedi kematian aktivis Munir tahun 2004.

Ada sekitar 12-13 kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum terselesaikan di Indonesia.

Keluarga dari korban tragedi-tragedi tersebut, juga tragedi pelanggaran HAM lain yang belum mendapat keadilan, konsisten menyuarakan dan menuntut hak keadilan bagi sanak saudara mereka dengan mengadakan Aksi Kamisan di jalanan depan Istana Negara.

Aksi ini pertama kali digelar pada awal Januari 2007 dan terus berlangsung hingga saat ini, setiap Kamis sore. Para peserta terus lantang bersuara, meski sering kali apa yang mereka suarakan tak didengar oleh pemimpin negara.

Di era Presieden Prabowo Subianto sekarang, persoalan HAM dibuatkan satu Kementerian khusus, yakni Kementerian HAM dengan Natalis Pigai sebagai Menterinya dan Mugianto di posisi Wakil Menteri.

Indonesia memiliki Komnas HAM dan kini ditambah dengan keberadaan Kementerian HAM. Apakah ini sebagai suatu bukti komitmen Presiden Prabowo untuk menuntaskan persoalan HAM di Indonesia?

Menjawab hal itu, Peneliti Sosial dan Politik dari Centre for Strategic and International Study (CSIS) Nicky Fahrizal justru melihat adanya keengganan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

“Tadi pagi saya baru diwawancara juga, bahwa Pak Yusril (Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia) itu mengeluarkan satu statement yang cukup tanda tanya terhadap pengungkapan kasus-kasus HAM ini yang menunjukkan bahwa kelihatan ada keengganan untuk mengungkap kasus-kasus Ini,” sebut Nicky saat diwawancara Budiman Tanuredjo di podcast Back to BDM.

Ia tidak merinci pernyataan apa yang disampaikan oleh Yusril, namun Nicky menyebut jika benar-benar terjadi maka hari-hari pertama tugas di Kementerian HAM mulai tumpul.

Kementerian HAM baginya penting untuk mengupayakan keadilan bagi belasan kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan yang dimiliki Indonesia. Namun, bagaimana komitmen para pejabatnya masih dipertanyakan.

“Di mana di dalam pemerintahan hari ini aktornya (terduga pelaku pelanggar HAM) ada di situ juga. Bagaimana, seberapa berani, seberapa bernyali (mengungkap kasus HAM) seperti itu?” ujar Nicky.

Belum lagi potensi tumpang tindih kewenangan yang akan terjadi antara Kementerian HAM dan Komnas HAM yang akan membuat beberapa hal tidak berjalan optimal.

Nicky Fahrizal dalam Podcast Back to BDM yang tayang Rabu (30/10/2024) di YouTube Budiman Tanuredjo.

Meski tak begitu optimis dengan keberadaan Kementerian HAM, Nicky masih berharap minimal 12 kasus pelanggaran HAM berat yang sudah teridentifikasi dapat diselesaikan atau setidak-tidaknya bisa menemukan titik terang .

“Setidaknya Ibu Sumarsih (Ibu salah satu korban pelanggaran HAM yang setia menjadi peserta Aksi Kamisan) tadi mendapatkan jawaban dari 2007 hingga hari ini, seperti apa perkembangan kasus ini, dan seperti apa negara menegakkan keadilan,” sebut Nicky.

Harapan ia tumpukan pada dua pimpinan Kementerian HAM, Natalis Pigai dan Mugianto yang keduanya berasal dari latar belakang aktivis HAM, terlebih Mugianto yang pernah berada di posisi korban pelanggaran HAM.

Publik menantikan gebrakan atau keberanian apa yang akan dicatatkan oleh Kementerian HAM untuk menyelesaikan PR-PR HAM di Indonesia yang selama ini terkesan tak pernah ditangani dengan serius oleh pemerintah.

“Sekarang tinggal kedua figur ini, terutama virtu politiknya berani atau tidak, bernyali atau tidak menegakkan kebenaran. Sehingga kebijakannya itu bisa mengungkap titik terang dari kasus HAM yang memang di Indonesia ini tidak begitu menjadi perhatian yang cukup mendalam,” pungkas Nicky.

Adapun belasan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dimaksud dalam artikel ini adalah sebagai berikut, sebagaimana dikutip dari laman Komnasham:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Penembakan Misterius tahun 1982-1985
  3. Talangsari 1989
  4. Trisakti
  5. Semanggi I dan II
  6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
  7. Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
  8. Wasior 2001-2002
  9. Wamena 2003
  10. Pembunuhan Dukun Santet 1998
  11. Peristiwa Simpang KAA 1999
  12. Jambu Keupok 2003
  13. Rumah Geudong 1989-1998
  14. Timang Gajah 2000-2003
  15. Paniai 2014

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *