“…ini layaknya rombongan sirkus, karena memang semua orang itu dimasukin semua dalam suatu pemerintahan supaya memenuhi suatu jargon ‘semua golongan semua kelompok terwakili’. Tetapi tidak memenuhi fungsinya, seperti apa pembagian tugasnya,”
– Nicky Fahrizal, Peneliti Sosial dan Politik CSIS
Kabinet Merah Putih (KMP) Prabowo-Gibran merupakan kabinet dengan anggota terbesar yang pernah ada di Indonesia, setidaknya selama 26 tahun masa Reformasi.
Kabinet ini terdiri dari 48 Menteri dan 59 Wakil Menteri yang telah dilantik pada 21 Oktober lalu. Dari 48 Kementerian yang ada, beberapa pos kementerian bahkan kementerian koordinator adalah nomenklatur baru.
Jumlah besar anggota kabinet inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan, akankah pemerintahan Prabowo-Gibran dengan Kabinet Merah Putih ini bisa berjalan secara efektif dan efisien?
Peneliti Sosial dan Politik dari Centre for Strategic and International Study (CSIS) Nicky Fahrizal melihat kabinet gemuk ini tak ubahnya rombongan sirkus, menitikberatkan pada keterwakilan kelompok namun tak menjamin aspek kompetensi.
“Kalau saya sedikit sinis, ini layaknya rombongan sirkus, karena memang semua orang itu dimasukin semua dalam suatu pemerintahan supaya memenuhi suatu jargon ‘semua golongan semua kelompok terwakili’. Tetapi tidak memenuhi fungsinya, seperti apa pembagian tugasnya. Semua orang masuk, semua orang harus mendapat jabatan, semua orang harus happy,” kata Nicky saat hadir di podcast Back to BDM di kanal YouTube Budiman Tanuredjo.
Presiden Prabowo kerap menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara yang besar, penduduknya pun termasuk yang terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan pemerintahan yang besar pula untuk mengelola negara ini.
Terkait pendapat itu, Nicky tak sependapat jika permasalahan bangsa yang besar harus diselesaikan dengan membuat kabinet yang besar pula.
Ia berpendapat, jika Prabowo menginginkan transformasi birokrasi, maka perbaiki saja birokrasi di tiap unit Kementerian atau pemerintahan daerah. Tidak perlu dengan memperbanyak menteri.
Selain itu, Presiden juga bisa membuat badan-badab semi independen atau independen untuk mengerjakan fungsi khusus yang belum terjangkau kementerian yang juga diakui dalam sistem konstitusional Indonesia.
Kementerian Baru, Pasti Butuh Waktu…
Dibentuknya suatu nomenklatur kementerian baru tentu membuat Kementerian baru tersebut memerlukan waktu ekstra terkait sistem administrasi, gedung, kepegawaian, dan lain sebagainya.
Kementerian baru tentu tidak bisa langsung bekerja efektif sehari setelah sang menteri di lantik oleh Presiden. Ada banyak hal yang harus dikebut agar Kementerian itu tertata, baru bisa mulai bekerja.
Misalnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan mengaku belum tau akan berkantor di mana pasca dilantik Prabowo 21 Oktober lalu.
“Itu baru kantor fisiknya, belum sistem birokrasi di dalamnya, belum pegawai-pegawainya mau seperti apa. Seperti misalkan pembentukan Badan Komunikasi Presiden, itu kan mengambil sumber daya tempat lain juga,” sebut Nicky.
“Menurut saya pembentukan badan baru seperti ini harusnya bisa diperhitungkan, karena bisa-bisa mengambil sumber daya dari sana-sini. Dan menurut saya itu merusak ritme pemerintahan yamg sudah ada,” ia melanjutkan.
Diperlukan waktu yang cukup lama menurut Nicky, agar badan atau kementerian baru bisa benar-benar mapan dan siap bekerja. Bahkan 100 hari pun dirasa belum akan cukup untuk menyelesaikan urusan-urusan administrasi birokrasinya.
“Biasanya kan masyarakat menunggu (hasil kerja) 100 hari gitu, kalau menurut saya dengan pemerintahnya begitu besar ini, kabinetnya begitu gemuk ini 100 hari kurang, minimal 1 tahun,” ujarnya.

Jika kementerian baru belum stabil, maka Nicky menyangsikan mereka bisa bekerja dengan efektif. Terlebih melihat visi-misi Presiden Prabowo yang begitu kompleks, membutuhkan data dan dana yang tidak kecil. Salah satunya soal makan siang bergizi.
“Konsolidasinya saja ini bisa dua lapis, konsolidasi Pak Presiden-Wakil Presiden ke para menteri, lalu konsolidasi menteri ke birokrasi yang ada di kementeriannya, dan itu memakan banyak energi menurut saya,” sebut Nicky.
Untuk itu, Prabowo diharapkan dapat menjadi dirigen yang baik bagi para pembantunya yang berjumlah banyak itu . Presiden harus bisa melakukan komunikasi yang efektif kepada lebih dari 100 anggota kabinetnya itu guna mendapatkan hasil kerja yang optimal.
Kemampuan komunikasi dan memimpin itu penting tetap dimiliki oleh Prabowo, meskipun di dalam kabinetnya terdapat 7 orang menteri koordinator (menko) yang bisa membantunya.
“Apakah menko-menko ini memiliki kemampuan komunikasi yang baik? Belum tentu juga jawabannya. Karena banyak sekali di bawah-bawahnya, malahan menko juga punya wakilnya dan itu kan juga ya agak lucu sih menurut saya. Menko itu menteri koordinator lalu punya wakilnya lagi, ini kan benar-benar mengakomodasi saja sebenarnya,” kata Nicky.
“Komunikasi, sinkronisasi, dan integrasi ini menjadi kata sakti menurut saya untuk untuk mengorkestrasi pemerintahan yang begitu besar ini, kabinet yang begitu gemuk ini,” puncaknya.
Leave a Reply