Feri Amsari Skeptis terhadap Program-Program Antikorupsi Prabowo

“Sejauh ini dalam catatan kami tidak terlihat sebagai sebuah partai, Partai Gerindra memberikan sumbangsih yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu gagasan-gagasan beliau patut dipertanyakan apakah itu akan terealisasi dengan baik atau tidak,”

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mempertanyakan kesungguhan Presiden Terpilih Prabowo Subianto terkait dengan gagasan-gagasan antikorupsi yang ia kemukakan.

“Gagasan-gagasan beliau patut dipertanyakan apakah itu akan terealisasi dengan baik atau tidak,” kata Feri dalam podcast Back to BDM yang tayang di kanal YouTube Budiman Tanuredjo (18/10/2024).

Sebelumnya, Prabowo beberapa kali menyampaikan bagaimana ia resah terhadap tindak korupsi yang marak terjadi di lingkar pemerintahan. Ia tidak ingin hal tersebut terjadi di bawah kepemimpinannya.

Prabowo sempat mengatakan akan memburu koruptor sampai ke Antarktika. Ia juga dengan tegas meminta ketua umum-ketua umum partai koalisi pendukungnya untuk tidak mengajukan calon menteri yang ditugasi mencari uang di APBN. Terakhir, Prabowo sejak lama kerap mengemukakan adanya kebocoran anggaran APBN yang membuat kebijakan pemerintah tidak bisa berjalan optimal.

Feri Amsari menyampaikan beberapa catatan terkait hal ini.

Pertama, Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo selama ini tidak terlihat memberikan sumbangsih signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Misalnya, tidak ada langkah yang diambil Gerindra untuk memperkuat Komisii Pemberantasan Korupsi (KPK). Gerindra justru dianggap terlibat dalam pelemahan KPK melalui Revisi Undang-Undang KPK, karena menjadi bagian dari partai yang menyetujuinya di DPR.

Kedua, Feri mengaku tidak melihat upaya Gerindra mengantisipasi mandeknya upaya pemberantasan korupsi pasa UU KPK direvisi dan para pegawainya mennjadi berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selanjutnya, yang ketiga, di tubuh Kementerian Pertahanan yang 5 tahun terakhir dikomandani oleh Prabowo, ada beberapa isu korupsi yang belum dijawab secara tegas oleh sang Menteri. Misalnya soal pembelian Alat Utama Sistem Senjata (alutsista).

“Tidak terlihat satu kalipun peran Kementerian Pertahanan dalam pemberantasan korupsi, terutama dalam jual beli pesawat yang kemarin sempat diungkap oleh beberapa teman-teman dalam isu pemberantasan korupsi. Jadi memang ada harapan yang perlu dibangun tetapi juga harapan itu harus dikritisi dengan tajam,” ujar Feri.

Harapan yang ia maksud adalah adanya secercah kemungkinan Prabowo memiliki komitmen perjuangan untuk rakyat, dalam hal ini memberantas korupsi demi kesejahteraan bangsa. Itu mengingat Prabowo sebagai anak dari Sumitro Djojohadikusumo.

“Sosok Pak Mitro sebenarnya tidak asing bagi kami etnis Minangkabau, karena berbagai peristiwa sejarah. Dan karena pendekatan beliau perjuangan, asumsi kami bahwa darah perjuangan itu mengalir di tubuh Pak Prabowo,” sebut salah satu pemeran film Dirty Vote tersebut.

Soal UU KPK Pasca Revisi, Prabowo Harus Apa?

DPR telah mengesahkan RUU KPK menjadi UU KPK pada 17 September 2019. UU KPK yang baru itu memunculkan sejumlah perubahan signifikan yang banyak menuai penolakan dari berbagai kelompok masyarakat.

Mulai dari status pegawai KPK menjadi ASN, KPK masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif, sejumlah kewenangan KPK dibatasi bahkan dicabut, masifnya peran Dewan Pengawas (dewas), hingga KPK yang diberi kewenangan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).

Meski menerima banyak protes, UU KPK yang baru tetap dijalankan oleh DPR dan Pemerintah hingga hari ini.

Melihat kondisi tersebut, Feri berharap ada sesuatu yang bisa dilakukan oleh Prabowo setelah resmi dilantik menjadi Presiden ke-8 RI nanti. Prabowo diharap memiliki sikap yang berbeda dengan pendahulunya, Presiden Joko Widodo, terkait UU KPK ini.

“Harapannya Pak Prabowo berbeda, betul-betul mau melakukan hal yang berbeda, apalagi Pak Prabowo menentukan sangat signifikan arah partai politiknya, berbeda dengan Pak Jokowi,” ungkap Feri.

Ia menanti keberanian Prabowo mengutus partainya, Gerindra, menjadi penyokong dalam ruang legislasi di DPR dan berbagai kebijakan di pemerintahan untuk mengubah undang-undang kontroversial ini.

Feri Amsari berdialog dengan BDM soal harapan penguatan KPK di masa pemerintahan Prabowo-Gibran.

Feri juga menunggu gebrakan yang mungkin akan dilakukan Prabowo untuk memperkuat KPK menjadi lembaga yang independen seperti sedia kala.

Langkah-langkah ini begitu diharapkan akan dilakukan oleh Prabowo sebagai pembeda dirinya dengan Presiden sebelumnya.

“Dalam ruang politik, Presiden berikutnya akan cenderung memilih langkah yang berbeda dengan Presiden sebelumnya. Oleh karena itu, harapannya Pak Prabowo akan melakukan pilihan-pilihan yang sangat berbeda dengan Presiden Jokowi,” sebut dia.

Terlebih, jika melihat karakter Prabowo yang berbeda dengan Jokowi. Feri menilai Jokowi senang melakukan omong kosong atau omon-omon, apa yang disampaikan berbeda jauh dengan apa yang dilakukan. Misalnya soal perkataan Jokowi yang akan memperkuat KPK, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara Prabowo tidak demikian, sehingga digarapkan akan betul-betul melaksanakan tiap apa yang ia kemukakan.

Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, Feri menyebut Prabowo perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) jika benar berniat mengembalikan KPK berdaulat seperti sebelum adanya revisi UU KPK.

Ia memiliki dukungan 82 persen kekuatan partai di legislatif, bahkan 100 persen jika PDI P resmi masuk dalam koalisinya. Terlepas dari itu, sebagai seorang Presiden, Prabowo memiliki kewenangan penuh untuk menerbitkan Perpu.

“Sehingga kalau memang ada niatan mengembalikan KPK seperti dulu, langkah paling utama setelah 20 Oktober, 100 hari yang menjadi catatan politik untuk menilai sebuah langkah Presiden dalam pemberantasan korupsi saya pikir adalah memastikan Perpu itu keluar dan mengembalikan kepada undang-undang yang sebelumnya,” jelas Feri.

Jika itu dilakukan, maka independensi KPK akan kembali, kegarangan lembaga anti rasuah itu dalam menghabisi koruptor akan muncul lagi, dan diharapkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia perlahan bisa menuju ke arah yang lebih baik.

Perpu yang dikeluarkan oleh Presiden bisa saja ditolak atau tidak diterima oleh DPR. Jokowi sempat disarankan oleh para ahli untuk menerbitkan Perpu ini, namun ia memilih diam dan tidak mengeluarkannya, karena alasan kemungkinan penolakan DPR tersebut. Feri berharap sikap berbeda akan diambil oleh Prabowo, meski risiko penolakan yang sama akan tetap ada.

“Harapannya ketika sama Pak Prabowo permintaan (penerbitan Perpu) ini dikabulkan Pak Prabowo, sehingga nanti kalau Perpu Pak Prabowo ditolak oleh partai-partai koalisi pemerintah di DPR, ya enggak apa-apa. Kita jadi tahu Pak Presiden berdiri bersama siapa dan apa tujuannya,” ujar Feri.

Mengembalikan kekuatan KPK disebut Feri sebagai salah satu pintu untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika upaya itu berhasil, maka menurutnya sudah mencatatkan satu legacy baik dalam kepemimpinannya.

“Kalau presiden terpilih mengembalikan KPK, memperkuat dengan Undang-Undang perampasan aset, dan betul-betul menggunakan Undang-Undang Pencucian Uang (TPPU) dengan baik, saya pikir untuk urusan ini Pak Prabowo akan segera meninggalkan legacy yang baik dan jauh meninggalkan apa yang kita harapkan dari Pak Presiden Joko Widodo,” pungkasnya.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *