“Iya karena enggak mungkin presiden ngantarin ke DPR, yang ngantarin presiden baru yang memilihnya presiden lama, kan Jadi kesannya jadi kayak tukang pos saja,”
Presiden Joko Widodo telah menandatangani daftar nama calon pimpinan (capim) beserta calon Dewan Pengawas (cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 14 Oktober 2024. Lebih lanjut, ia bahkan sudah menyerahkan nama-nama tersebut kepada DPR untuk kemudian ditindaklanjuti.
Sebagaimana diketahui, capim dan cadewas baru nantinya akan bekerja pada KPK periode 2024-2029. Artinya, mereka akan bekerja di masa pemerintahan Presiden Prabowo selama 5 tahun ke depan.
Oleh karena itu, banyak pihak beranggapan semestinya Prabowo lah yang berhak menentukan siapa-siapa saja yang akan duduk menjadi pimpinan dan dewan pengawas di lembaga anti rasuah itu. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari.
Dalam podcast Back to BDM (18/10/2024), Feri menyebut yang akan bekerja dengan KPK dalam rangka pemberantasan korupsi selama 5 tahun ke depan adalah Prabowo, bukan Jokowi. Sehingga, semestinya Prabowo lah orang yang paling mengetahui, tipikal orang-orang seperti apa saja yang ia butuhkan untuk menjadi pimpinan KPK guna menjalankan program-program pemberantasan antikorupsi yang diusungnya.
“Yang akan memakai pimpinan KPK yang akan dipilih dari 10 (kandidat) yang tersisa ini adalah pemerintahan Presiden Prabowo, tidak pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jadi hemat saya ya tentu Presiden Prabowo yang paling membutuhkan orang-orang apa yang punya kapasitas,” kata Feri.
Selain itu, Feri menyampaikan jika nama-nama ini dipilih oleh Jokowi dan diserahkan pada DPR baru yang notabene menjadi mitra pemerintahan Prabowo-Gibran, apakah DPR ini bisa memberikan alternatif yang menyeimbangkan kepentingan Prabowo nanti di DPR.
“Jadi jangan sampai kepentingannya kepentingan Presiden Joko Widodo, yang memilihnya DPR sebagai lembaga pengawas, sementara yang diawasi adalah Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Saya merasa tidak saatnya Presiden Joko Widodo memilih, karena dia akan menjadi Presiden pertama yang berhak memilih tiga generasi pimpinan KPK dan harusnya ini diserahkan kepada Presiden Terpilih,” jelas dia.
Diketahui, Jokowi telah terlibat dalam pemilihan pimpinan KPK selama 3 kali, yakni pada tahun 2015, 2019, dan 2024.
Meski menyebut semestinya diserahkan pada Prabowo, namun Feri menjelaskan 10 nama capim yang sudah ditandatangani oleh Jokowi bisa tetap dilanjutkan. Tidak perlu mengulang proses seleksi dari awal.

Lagi pula, ia melihat dari 10 nama yang ada sudah terdapat beberapa nama yang memiliki rekam jejak memadai dan sangat dipercaya, meski lebih banyak di antaranya yang bermasalah.
Namun, hal itu tidak menjadi soal ketika niat untuk memperbaiki KPK sudah bulat, maka ada beberapa nama dari nama-nama yang ada yang sangat layak untuk dipilih. Kecuali jika Presiden malah berkutat ke nama-nama lama yang diketahui bermasalah.
“Bagaimanapun diulang prosesnya, ruang politiknya akan masih tetap sama. Walaupun saya sangat berharap teman-teman mantan KPK kemarin yang sempat dikeluarkan punya hak untuk ikut serta, ternyata tidak cukup usia, kemarin tetap tidak boleh, yang boleh itu 50 tahun,” sebut Feri.
Jokowi terlampau jauh…
Sebagai pihak yang mengamati dari luar, Feri Amsari melihat apa yang dilakukan Jokowi terkait pemilihan capim dan cadewas KPK baru sudah terlampau jauh.
Ia berpendapat, semestinya orang yang menyerahkan nama-nama ke DPR adalah Prabowo. Bahkan, Prabowo semestinya sudah diberi kewenangan untuk turut menyeleksi nama-nama tersebut mulai di 20 besar.
“Paling elegan sih sebenarnya kemarin menyerahkan kepada presiden terpilih mengoreksi 20 nama menjadi 10, karena artinya masih ada peran Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Sekarang sudah disebutkan 10 nama, artinya terkunci,” kata Feri.
Jika pun Prabowo diberi kesempatan untuk menyerahkan 10 nama yang sudah ditandatangani Jokowi ke DPR, menurutnya Prabowo tidak berbeda dengan tukang pos untuk Jokowi. Ia hanya menyerahkan, tanpa ada sumbang peran dalam proses pemilihan.
Dalam bayanganya, semestinya antara Jokowi dan Prabowo sudah mendiskusikan soal nama-nama capim dan cadewas yang diserahkan kepada DPR untuk diproses dan dipilih menjadi masing-masing 5 orang. Pasalnya, kebijakan pemberantasan korupsi Jokowi dan Prabowo tidak mungkin sama persis, pasti ada perbedaan di antara keduanya.
Jadi, akan aneh dan tidak tepat jika yang menentukan Jokowi sementara yang akan mengomandoi jalannya perang melawan korupsi 5 tahun ke depan adalah Prabowo.
Leave a Reply