Serangan Israel Kian Meluas, Pakar: Hanya AS dan Israel yang Bisa Hentikan

“…sekarang sebenarnya Joe Biden kalau angkat telepon untuk meminta agar Netanyahu menghentikan perang, bisa,”

Israel terus melancarkan berbagai serangan militernya tak hanya ke wilayah Gaza, Palestina namun juga ke Iran, Suriah, bahkan terbaru ke Lebanon. Hal ini seiring dengan meningkatnya eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah tersebut.

Agresi Israel terhadap Gaza yang saat ini masih berlangsung sudah terjadi lebih dari setahun, dimulai pada 7 Oktober 2023. Sudah lebih dari 42.000 warga Gaza meregang nyawa hingga 10 Oktober 2024 karena menjadi korban serangan para tentara Israel. Tak hanya itu, hampir 100.000 orang juga mengalami luka-luka dan jutaan lainnya hidup di barak-barak pengungsian.

Meski sudah demikian banyak menyebabkan kehancuran, Israel belum tampak akan mengakhiri agresinya. Negara yang dipimpin oleh PM Netanyahu itu justru memperluas serangan-serangan militernya ke negara-negara lain.

Pakar Timur Tengah DIna Sulaeman menyebut perang akan terus berlanjut selama Israel masih memiliki suplai logistik yang memadai. Selama ini, suplai-suplai tersebut mayoritas disokong oleh Amerika Serikat.

“80 persen persenjataan Israel itu datang dari Amerika Serikat, bomnya, bahkan sampai bahan bakar jet tempurnya itu datang dari Amerika Serikat,” kata Dina saat menjadi salah satu narasumber Satu Meja The Forum Kompas TV (9/10/2024).

Dina mengatakan, dalam satu tahun ini AS sudah memberikan bantuan militer kepada Israel sejumlah 17,9 miliar USD. Jika bantuan ini terus digelontorkan, maka perang pun akan terus berlanjut di wilayah Timur Tengah, bukan hanya Gaza.

Untuk itu, jika dunia benar-benar ingin menghentikan serangan-serangan Israel, maka satu-satunya cara adalah menekan Amerika Serikat dengan lebih keras agar berhenti mengirimkan suplai dan logistik kepada Israel.

“Sebenarnya dalam sejarah dulu di tahun 80-an ketika Israel menyerang Lebanon itu Presiden Reagan hanya dengan satu telepon bisa menyuruh Israel berhenti. Artinya, sekarang sebenarnya Joe Biden kalau angkat telepon untuk meminta agar Netanyahu menghentikan perang, bisa,” sebut Dina.

Ia menyebut, dalam konflik Israel-Palestina ini kartu truf ada di Amerika Serikat.

Jika begitu, mengapa hingga hari ini Presiden Biden tidak bertindak tegas meminta Israel menghentikan serangan? Persoalan politik internal Amerika Serikat menjadi jawabannya.

Dina menggambarkan bagaimanna politik di AS sangat didominasi atau dihegemoni oleh kekuatan lobi-lobi Pro Israel.

“Misalnya AIPAC (American Israel Public Affairs Committee). Ketika Biden menjadi kandidat presiden, lalu anggota parlemen Amerika Serikat mencalonkan diri menjadi anggota parlemen, para politisi mereka kan butuh uang, butuh dana, dan sebagian besar sumbangan dana kampanye itu datang dari kelompok-kelompok lobiis Pro Israel ini,” jelas Dina.

Foto bersama para narasumber: Dina Sulaeman, Hikmahanto Juwana, Abdul Kadir Jailani, dan Sukamta.

Hal yang sama diutarakan oleh Pakar Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana. Ia menyebut ada 4 kemungkinan yang akan terjadi terkait konflik Israel-Palestina ini. Salah satunya adalah Israel berhenti melakukan serangan, karena mendapat sentilan dari AS.

“Amerika Serikat bersedia menjewer atau tidak Israel, karena saya melihat yang punya kunci untuk menghentikan perang ini ada dua, Amerika Serikat dan Isirael sendiri,” sebut yang juga hadir menjadi narasumber di Satu Meje (9/10/2024).

Seperti Amerika Serikat mensuplai kebutuhan perang Israel, demikian juga dilakukan Iran terhadap kelompok pejuang Islam seperti Hezbollah (Lebanon), Hamas (Palestina), dan Houthi (Yaman).

Prof. Hikmahanto bahkan melihat ada negara dengan kekuatan milter kuat lainnya yang sudah turut masuk ke dalam gelanggang perang ini.

“Kemarin pada waktu Iran sudah melakukan serangan ke Israel, Perdana Menteri Rusia datang ke Iran seolah-olah memberi sinyal bahwa ‘eh Amerika, eh Israel kalau misalnya kamu mengerubuti Iran, maka saya akan ada di belakang’,” kata dia.

Hal itu membuat perang yang terjadi akan terus berlangsung dan memanas. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu bahkan mengatakan konflik di Timur Tengah saat ini bisa menjadi pintu masuk meletusnya perang dunia ke-III.

Jika berbicara konflik antara Israel dan Palestina, Profesor Hikmahanto Juwana menyebut kita harus membacanya dari dua kacamata yang berbeda, yakni dari sudut pandang Israel dan Palestina.

Bagi Israel, menyerang adalah bentuk mempertahankan diri. Jika tidak melakukannya, maka Israel lah yang akan diserang dan dihabisi.

“Ya kalau dari perspektif Netanyahu memang demikian, dia ingin bahwa Gaza itu tidak lagi dimukimi oleh pejuang-pejuang Hamas. Anak-anak yang punya potensi menjadi pejuang Hamas 10-15 tahun yang akan datang, bahkan juga perempuan dibunuh. Karena mereka bisa melahirkan anak-anak yang nantinya akan menjadi pejuang Hamas,” jelas Hikmahanto.

Sebaliknya, dari sudut pandang Palestina, khususnya Hamas yang menolak konsep “two state solution”, serangan yang mereka lakukan adalah untuk memastikan tak ada lagi orang Israel yang hidup di tanah Palestina, mereka harus keluar.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *