Partai-Partai KIM Terbuka Menerima Anggota Baru, Akankah PDIP Merapat?

“Mau mengajak Bu Mega, mau mengajak PKB, Nasdem, siapapun itu kita siap. Bahkan unsur-unsur ormas atau apapun. Pak Prabowo silakan Anda mau memilih berapa menteri, Anda mau ngajak siapa, ayo kita jalan bareng, kami siap mendukung apapun,”

Presiden terpilih Prabowo Subianto diisukan akan menambah pos di kabinet yang akan ia pimpin dari 38 menjadi 44 kementerian. Penambahan ini santer diartikan sebagai upaya Prabowo memberikan wadah bagi banyaknya pihak yang harus ia akomodir kepentingannya. Misalnya saja untuk belasan partai politik yang ada di Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukungnya baik sebelum maupun setelah Pemilu 2024.

Terkait isu penambahan pos kementerian hingga 44 banyaknya, Juru Bicara Prabowo Dahnil Anhar Simanjuntak menegaskan hingga detik ini belum ada sama sekali pernyataan resmi maupun tidak resmi dari Prabowo yang menyatakan hal tersebut.

“Kita enggak tahu jelas dari mana sumber yang bisa menyebutkan 44, karena orang, kemudian institusinya, dan segala macam itu masih dalam proses pembahasan yang bisa berubah dan bisa diubah,” tegas dia dalam program Satu Meja The Forum KompasTV, Rabu (18/9/2024).

Dahnil menyampaikan, kepentingan Prabowo adalah melaksanakan seluruh program yang ia janjikan dalam kampanye melalui kementerian-kementerian yang sudah tersedia. Jika tidak bisa dikerjakan oleh kementerian yang ada, maka akan dibentuk badan/kementeruan baru. Sebaliknya, jika ada kementerian yang dianggap tidak efektif maka akan dilebur atau digabung dengan kementerian lain.

“Ini dilakukan Pak Prabowo dalam rangka memastikan efektivitas dan program-program itu bisa berjalan dengan baik, itu poinnya,” jelas Dahnil.

Prabowo berencana akan langsung memulai kerja tak lama setelah resmi dilantik, mengingat begitu banyaknya persoalan bangsa yang harus diselesaikan.

Namun, dengan banyaknya jumlah kementerian yang ada, bahkan beberapa di antaranya adalah kementerian baru, ini bisa menjadi faktor penyulit, karena pasti akan banyak hal-hal teknis dan administratif yang harus diselesaikan.

Dalam kesempatan yang sama, Puteri Komarudin Wasekjen Partai Golkar menguatkan pernyataan Dahnil soal isu 44 kementerian di bawah pemerintahan Prabowo. Ia menyebut isu itu adalah gosip jalanan yang belum terkonfirmasi.

“Sebenarnya kan Pak Bamsoet juga kemarin sudah sempat mengklarifikasi bahwa apa yang beliau sampaikan terkait 44 kementerian itu gosip jalanan yang beliau sampaikan dalam rangka diskusi pada saat itu dengan teman-teman wartawan. Jadi belum terkonfirmasi tentunya. Dan tadi Mas Dahnil juga sampaikan ini masih dalam proses penggodokan,” jelas Puteri.

Terlepas dari benar atau tidaknya isu penambahan kementerian itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menyarankan agar Prabowo tidak menambah nomenklatur kementerian baru. Sebaliknya, ia diminta merampingkan kabinet atau setidaknya membuat kabinet dengan jumlah kementerian yang sama dengan saat ini.

“Di birokrasi kita lihat periode Pak Jokowi bagaimana dia membentuk badan-badan atau wamen-wamen enggak ada yang efektif di dalamnya. Jadi potensi konflik, enggak kebagian kerjaan apa-apa, nambah anggaran. Kalau mau dimekarkan, dari mana ASN-nya, dari mana birokrasinya, dan seterusnya,” kata Deddy.

Penambahan itu justru hanya akan membuat Prabowo kehilangan kesempatan untuk mewujudkan satu kabinet yang efektif.

“Dengan nambah melar begitu banyak, butuh bagaimana menyatukan biar koheren semua lembaga-lembaga dan kementerian itu. Enggak mungkin bisa terjadi dalam 5 tahun,” ungkapnya.

Pengamat Politik Arya Fernandes justru menyorot pada gemuknya koalisi partai pendukung Prabowo yang akan membuat tak ada lagi perdebatan di DPR.

“Ya dulu saya ingat ketika masa Orde Baru itu ada semacam satir ya DPR sebagai stempel kabinet, stempel pemerintahan,” kata Arya.

“Kita sudah melaksanakan Pemilu yang demokratis itu 6 kali dan salah satu parameter demokratisasi selain kompetisi itu adalah kontrol dari parlemen. Kontrol itu hanya mungkin terjadi kalau ada partai yang di DPR melakukan kontrol. Kalau dukungannya seperti sekarang itu 92 persen, kita enggak bisa membayangkan ada kontrol. Tidak ada perdebatan di DPR, tidak ada perspektif nonpemerintahan di DPR, dan juga tidak ada partisipasi publik yang bermakna untuk memberikan masukan pada kebijakan-kebijakan,” lanjutnya.

Satunya suara dalam DPR memang baik ketika Indonesia tengah dilanda pandemi Covid beberapa tahun lalu, di mana diperlukan pengambilan kebijakan yang cepat dan tepat. Tapi saat keadaan darurat sudah berlalu, maka perbedaan di dalam DPR diperlukan.

Jika fakta politik Indonesia seperti hari ini, partai yang kalah dalam Pemilu memutuskan bergabung dengan kelompok pemenang, Arya melihat ini sebagai sesuatu yang kontraproduktif. Untuk apa Pemilu yang begitu kompetitif dan menggunakan anggaran yang tidak sedikit, jika akhirnya semua partai melebur dalam satu kekuasaan yang sama.

Tidak ada lagi instrumen politik yang bisa diharapkan untuk memberi kontrol terhadap penguasa. Sekarang ini yang tersisa hanya masyarakat sipil dan pers yang perlahan mulai melemah.

“Sekarang kontrol sosial kita semakin lama semakin menipis dan ketika itu terjadi saya kira itu alarm bagi demokrasi kita dan alarmnya sudah terjadi sejak lama sebenarnya, tinggal lonceng siapa yang akan bisa memberikan alarm yang kuat pada hari ini,” sebut Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS itu.

PDIP Merapat ke Prabowo?

Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menegaskan partainya belum mengambil sikap terkait masuk atau tidaknya ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, meski Prabowo membuka pintu untuk semua pihak turut bekerja sama. PDI Perjuangan diketahui hingga hari ini merupakan satu-satunya partai yang masih berada di luar koalisi pendukung Prabowo-Gibran.

Bergabung atau tidaknya PDI Perjuangan disebutnya masih melihat kondisi ke depan dan melihat mana yang lebih baik bagi kepentingan bangsa dan negara.

Di luar itu, ia menyarankan Prabowo untuk tidak ragu membuka diskusi dengan para senior, presiden terdahulu, atau menteri-menteri yang saat ini masih aktif, untuk mengetahui siapa saja sosok yang dinilai tepat dan mumpuni untuk menjabat menteri.

“Karena persoalannya kan kalau memang mau betul-betul zaken itu kabinet, tentu orang-orang yang mumpuni, tidak saja secara teknis tetapi juga secara leadership. Dan lebih penting lagi tentu harus bisa berkomunikasi dengan parlemen, karena tanpa komunikasi yang baik dengan parlemen bisa zonk juga itu kementerian. Dan itu sudah kita alami juga yang begitu-begitu,” ujar Deddy.

Saat ini banyak diberitakan bahwa Prabowo Subianto akan segera bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Deddy menyebut hal tersebut sebagai sinyal bahwa keduanya adalah sosok negarawan.

Bersama Dahnil Anhar Simanjuntak dan Herzaky Mahendra Putra.

Melihat rencana pertemuan Mega-Prabowo dan potensi bergabungnya PDIP ke KIM Plus, Golkar tidak melihat sebagai suatu ancaman berkurangnya jatah kursi yang mungkin akan mereka terima di kabinet baru nanti.

“Kalau soal kursi saya rasa itu clear dari awal kalau kita sangat percaya bahwa Pak Prabowo pasti akan memberikan porsi yang sesuai untuk latar belakang juga profesionalitas dari masing-masing orang kompeten yang ditempatkan pada posnya. Jadi kalau misalnya nanti memang PDIP akhirnya bergabung ke Koalisi Indonesia Maju plus plus ini tentu kami juga akan sangat senang, karena selama 10 tahun juga kita sudah sama-sama membangun Indonesia di kabinetnya Pak Jokowi dan terbukti bahwa ternyata ketika PDIP Golkar Gerindra bersatu Ternyata kita juga telah efektif,” ujar Puteri.

Sama dengan Golkar, Demokrat juga melihat hal ini bukan sebagai ancaman. Ia meyakini, keputusan yang diambil Prabowo sebagai pemimpin terpilih adalah demi kebaikan bangsa.

“Jika dirasa oleh Pak prabowo bahwa misalnya teman-teman PDI P bergabung di dalam kabinet adalah hal yang terbaik, Demokrat akan mendukung dengan sepenuh hati,” kata politisi Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.

“Mau mengajak Bu Mega, mau mengajak PKB, Nasdem, siapapun itu kita siap. Bahkan unsur-unsur ormas atau apapun. Pak Prabowo silakan Anda mau memilih berapa menteri, Anda mau ngajak siapa, ayo kita jalan bareng, kami siap mendukung apapun,” Herzaky melanjutkan.

Tidak berbeda dengan Golkar dan Demokrat, Gerindra juga tidak masalah jika makin banyak partai politik yang bergabung, meski risikonya jatah kursi yang mereka miliki menjadi berkurang.

Dahnil menyebut hal itu tidak begitu penting, karena yang utama adalah bagaimana Prabowo sebagai Ketua Umum mereka sukses memimpin Indonesia selama 5 tahun ke depan menjadi negara yang lebih baik.

“Terlepas nanti perwakilan Gerindra yang menjadi menteri berapa itu diserahkan sepenuhnya kepada Pak Prabowo, tentu karena beliau hafal betul siapa yang punya kompetensi khusus yang dibutuhkan oleh Pak Prabowo dari Partai Gerindra, siapa yang tidak,” sebut Dahnil.

Sebagai masyarakat sipil dan pengamat politik, Arya Fernandes berpendapat PDIP tetap ada di luar koalisi pendukung Prabowo-Gibran dan teguh menjadi oposisi atau penyeimbang.

“Menurut saya dari sisi publik kita butuh perspektif nonkabinet, nonpemerintahan yang mungkin bisa memberikan inisiatif-inisiatif baru terhadap kebijakan,” kata Arya.

Ia juga tidak bisa membayangkan bagaimana seorang presiden bisa mengelola koalisi yang sebegitu gemuk, terdiri dari 8 partai politik. Ia melihat adanya potensi digulirkan hak angket di tengah perjalanan pemerintah Prabowo oleh partai-partai anggota koalisinya sendiri. Sama seperti yang terjadi pada SBY ketika baru dua bulan dilantik menjadi Presiden di tahun 2009 lalu.

Ketika itu, digulirkan Hak Angket Bank Century yang dimotori oleh partai-partai koalisi.

Hal lain yang bisa terjadi dengan koalisi sesak partai semacam ini adalah adanya kepentingan internal parpol yang mengganggu fokus kerja di tahun-tahun terakhir pemerintahan.

“Menurut saya adalah soal kita enggak bisa bayangkan bagaimana di tahun ketiga, tahun keempat yang mungkin beberapa bulan lagi menjelang Pemilu partai-partai akan sibuk saja untuk menyiapkan kadernya. Apalagi misalnya kalau yang masuk kabinet itu adalah ketum-kentum partai, tentu mereka mungkin ada yang mau nyapres, ada yang mau nyaleg,” ujar Arya.

Dialog para narasumber mendiskusikan Kabinet Prabowo-Gibran dapat disimak melalui tautan video berikut ini:


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *