Budiman Tanuredjo
“Langkah Chappy selayaknya diikuti pejabat lainnya. Mencatat dan menulis apa yang telah dikerjakannya, menulis apa yang sedang dipikirkannya tentang bangsa ini. Pensiun bukanlah akhir…,”
Langkah ini memang tak biasa. Tapi langkah tak biasa itulah yang kerap diambil Marsekal (Purn) Chappy Hakim, Kepala Staf TNI AU (2002-2005). Ia memamerkan 50 buku di Perpustakaan Nasional Jakarta, 15-21 Agustus 2024. Selain 50 buku karya Chappy Hakim, ada karya istri dan putrinya Tasya Ludmila. Karya keluarga itu ditempatkan dalam “Family Corner”.
Perpustakaan Nasional di kawasan Medan Merdeka itu relatif ramai. Sejumlah tokoh hadir antara lain Duta Besar Makarim Wibisono, Duta Besar Andrajati, ahli hukum Hikmahanto Juwana dan wartawan senior Nasir Tamara serta sejumlah penulis buku dan aktivis sosial seperti Herry Sucipto dan Anief Punto Utomo. Pameran itu dikemas dengan tajuk: “Menjaga Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa: Retired but Not Expired”.
Pameran buku juga dikemas dengan informal dengan model berdiri. Tidak ada pembaca acara selain Chappy Hakim sendiri yang menjadi tuan rumah dan meminta sejumlah tokoh yang hadir untuk memberikan testimoni.
Saya sempat bertanya kepada Chappy, bagaimana tetap bisa produktif? Chappy menjawab, “Keep relax saja,” ucap jenderal pemain musik kelahiran 17 Desember 1947. Dari lima puluh buku yang dipamerkan, lebih banyak mengulas atau analisis terkait dengan kedirgantaraan. Tema lainnya soal kepemimpinan dan humaniora. Di antara isu-isu serius, ada buku menarik yang ditulis Chappy, “Fenomena Pompa Bensin.” Dan buku soal Tukang Cukur.
Saya bertanya pada Chappy apa isi buku tukang cukur. Ia menjawab, tukang cukur rata-rata jorok. Itu sebab anak-anak muda pesolek lebih suka ke salon. Masalahnya, di salon tukang cukurnya banyak yang bencong. Itu sebab Chief barbershop jadi banyak penggemarnya. Karena lebih bersih daripada salon dan tukang cukurnya asli maskulin.”
Langkah Chappy selayaknya diikuti pejabat lainnya. Mencatat dan menulis apa yang telah dikerjakannya, menulis apa yang sedang dipikirkannya tentang bangsa ini. Pensiun bukanlah akhir. Bahkan, menurut Hikmahanto Juwana, di usia 77 tahun, Chappy Hakim kuliah lagi di program ilmu politik doktoral di sebuah universitas di Jakarta.
Perpustakaan Nasional berada di kawasan Medan Merdeka. Dekat kawasan Istana. Tak ayal, ajang Pameran Buku pun diwarnai dengan diskusi politik mengenai kondisi negeri. Rasan-rasan politik tentunya tidak menggunakan pengeras suara, tapi di pojok-pojok dan bisik-bisik, agar tak terdengar. Dan itu terjadi di kalangan pengunjung.
Sejumlah buku yang dipamerkan antara lain“ Menjadi Pilot”. Buku ini berisi panduan dan kisah inspiratif tentang karier sebagai pilot, dengan banyak pengalaman pribadi Chappy Hakim. “Menjaga Langit Ibu Pertiwi”. Buku ini membahas tentang pertahanan udara dan pentingnya menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia. “Cat Rambut Orang Yahudi” – Buku ini berisi kumpulan esai yang menyentuh berbagai topik, mulai dari politik, sosial, hingga penerbangan. “Skadron Kuda Putih” – Buku ini berfokus pada sejarah dan peran penting Skadron Udara 11 dalam pertahanan udara Indonesia. *
Leave a Reply