PDIP Bisa Masuk di Pemerintahan Prabowo-Gibran Asal…

” …bukan pragmatis hanya tentang kursi menteri atau kursi jabatan tertentu, tapi ada milestones, rangkaian event yang harus kami amati, dan juga ada pertimbangan ideologis, ada pertimbangan skenario prediksi ke depan tentang Indonesia dan dunia yang harus dinilai,”

PDI Perjuangan saat ini dikenal sebagai partai yang tengah beradap-adapan dengan kekuasaan atau dalam hal ini rezim Presiden Joko Widodo. Meskipun Presiden merupakan politisi sekaligus kader dari partai berlambang banteng ini, namun Jokowi dan PDIP tak lagi sejalan sejak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang notabene juga merupakan kader PDIP, menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Pasangan yang disokong 10 partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu bahkan berhasil memenangkan pemilu.

Keberadaan Gibran dan dukungan Jokowi di balik pemerintahan Prabowo nanti menyisakan tanda tanya besar, akankah PDI Perjuangan mengulangi kisahnya untuk berada di luar pemerintahan dan menjadi partai penyeimbang, atau justru masuk dan turut menjalankan pemerintahan?

Menjawab pertanyaan tersebut, politisi PDI Perjuangan Andi Wijayanto menyebut masih melihat dan mempertimbangkan banyak faktor.

Faktor pertama adalah 5 tahapan politik, mulai dari penetapan RAPBN 2025, yang saat ini sedang berjalan, pelantikan DPR 1 Oktober nanti, penetapan kabinet sepekan pasca pelantikan presiden, pilkada di bulan November, dan kongres PDI Perjuangan 2025.

“Yang pertama sekarang. Milestone sekarang adalah ketika ada proses untuk menetapkan APBN 2025, nanti nota keuangannya tanggal 16 Agustus. Dengan adanya proses untuk membentuk atau merevisi undang-undang tertentu itu kita lihat di situ apakah akan mulai kelihatan duplikasi dari pilpres ke milestone pertama,” kata Andi dalam siniar Back to BDM di kanal YouTube Budiman Tanuredjo (9/8/2024).

Pada tahap kedua, akan terlihat komitmen pemerintah dalam menjaga Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), apakah tetap atau akan berubah karena adanya manuver politik tertentu.

Selanjutnya di milestone ketiga, PDIP akan melihat apakah partai yang masuk ke kabinet hanya partai-partai di KIM saja atau justru ada tambahan dari luar koalisi.

Milestone keempat, akan dilihat pada Pilkada Serempak apakah pola yang berlangsung adalah pola nasional atau lebih banyak ditentukan oleh dinamika politik daerah.

Terakhir, pada tahap kelima yakni Kongres 2025, Andi menyebut keputusan partai baru akan diambil apakah masuk atau di luar.

“Di situ akan akan dilihat apakah ada putusan-putusan strategis partai terkait dengan hubungannya dengan pemerintahan Pak Prabowo 2024,” ujar dia.

Namun, melihat pembentukan kabinet akan ditetapkan pada akhir Oktober 2024, maka Andi menyebut keputusan partai bisa dibuat kapan saja, meski di luar kongres, karena hak prerogatif ada di Ketua Umum.

Selanjutnya, faktor kedua yang memengaruhi masuk atau tidaknya PDIP di jajaran partai pemerintahan Prabowo-Gibran adalah ada atau tidaknya kecocokan ideologis antara partaj dengan visi misi pemerintahan baru.

“Apakah secara ideologis apa yang ingin dilakukan oleh Pak Prabowo ke depan sampai 2029 itu cocok dengan karakter trisaktinya Bung Karno, dengan karakter marhaen, dengan karakter Sarinah, dan seterusnya,” sebut Andi.

Faktor ketiga adalah prediksi tentang Indonesia dan dunia ke depan, apakah positif atau negatif. Andi mencontohkan langkah-langkah apa yang akan diambil oleh bank sentral Amerika karena itu akan menentukan masuk atau tidaknya Amerika Serikat ke jurang resesi ekonomi di semester depan.

“Itu pasti berpengaruh ke Indonesia dan itu juga akan menentukan posisi partai ke pemerintah,” sebut mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional 2022-2023 itu.

Jadi, hingga hari ini PDI Perjuangan masih belum menentukan sikapnya terkait posisi politiknya di pemerintahan baru ke depan.

Banyaknya pertimbangan yang dipakai oleh PDIP disebut Andi sebagai bukti bahwa partainya tidak membuat keputusan secara pragmatis, hanya sekadar memburu kursi menteri atau jabatan tinggi di kekuasaan.

PDIP dan Jokowi di Pilpres 2024

Sejak awal PDIP mendeklarasikan pasangan Ganjar-Mahfud dalam Pilpres 2024, yakni pada 21 April 2023, Presiden Joko Widodo telah menyatakan keberpihakan dan dukungannya terhadap pasangan itu. Secara terang-terangan ia mengaku ada di barisan untuk memenangkan pasangan Gama.

Namun seiring berjalannya waktu, arah dukungan Jokowi mulai berbelok, terutama setelah KIM menunjuk Gibran menjadi pasangan Prabowo. Meski tidak secara gamblang menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Gibran, namun tindak-tanduk Jokowi sudah mencerminkan semuanya.

Presiden pernah menyampaikan terkait beberapa hal, seperti Prabowo-Gibran akan menang, PSI masuk parlemen, dan kursi PDIP di DPR akan berkurang. Bahkan, mantan Walikota Solo itu sempat melontarkan kalimat yang intinya dirinya tidak akan bisa dikalahkan, meski kemudian pihak Istana menepisnya.

“Saat itu sudah mulai terlihat bahwa Pak Jokowi tidak akan berada dalam garisnya Ibu Mega. Waktu saya awal-awal Gubernur Lemhannas saya pernah rapat dan mengatakan kayaknya tantangan kita terberat untuk Pemilu 2024 itu manuvernya Jokowi. Berusaha dibacalah apa-apa saja manuvernya Jokowi, tapi sudah terlihat bahwa Pak Jokowi tidak akan sepenuhnya menjalankan garis politik partai,” tutur Andi.

Di saat signal berbelok itu sudah ditunjukkan, Andi menyebut Jokowi tidak pernah mencabut arahannya untuk kader PDIP agar mendukung dan memenangkan Ganjar-Mahfud sebagaimana sudah ia sampaikan jauh hari sebelum Gibran dicalonkan.

Pada saat itu, ia pribadi tidak menyangka bahwa manuver Jokowi akan setajam mengajukan Gibran sebagai wakil presiden dan juga mengekang pergerakan partai di daerah. Setelah menyadarinya, maka Andi  menyusun strategi kampanye dan menyerahkannya kepada Tim Kampanye Nasional.

Kepada Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, Andi menjelaskan apa yang ia susun sebagai strategi pemilu. Strategi itu bisa bekerja baik jika dihadapkan dengan strategi-strategi lawan yang masih dalam tataran strategi pemilu. Misalnya permainan di sosial media, debat, atau pemasangan alat-alat peraga kampanye.

Namun, jika dihadapkan pada strategi yang ranahnya nonpemilu, maka ini tidak bisa digunakan. Strategi nonpemilu yang dimaksud Andi misalnya intimidasi politik, intimidasi hukum, pengerahan aparat, pembagian bantuan sosial di luar target penerima, dan sebagainya.

“Begitu berhadapan dengan strategi nonpemilu maka sumber daya yang kita miliki tidak akan bisa untuk bertarung di situ. Jadi warningwarning itulah yang dulu disampaikan,” kenang Andi.

Terkait dengan prediksi Jokowi yang terbukti, soal kemenangan Prabowo dan turunnya kursi PDIP, Andi mengatakan itu sebagai hasil berjalannya strategi nonpemilu.

Namun, untuk prediksi masuknya PSI ke DPR yang tidak terbukti, menurutnya itu karena kelemahan ada di pihak PSI, meski sudah mendapat dukungan dari Presiden melalui anaknya yang dijadikan Ketua Umum dalam proses yang instan.

“Mungkin karena infrastruktur mesin PSI yang berada di bawah memang belum kuat untuk bisa masuk ke level nasional. Partai yang relatif masih baru apalagi pada saat menjelang pileg mengalami pergantian kepemimpinan, langsung ketua umumnya berganti, membuat ada lubang-lubang yang menyebabkan target PSI masuk parlemen tidak tercapai di 2024. Kalau itu misalnya pemilunya berlangsung beberapa bulan lagi, mungkin PSI bisa masuk ke parlemen,” ungkap Andi.

Permintaan Jokowi 3 Periode

Sempat tersiar kabar bahwa Presiden Jokowi meminta agar masa jabatannya diperpanjang atau bahkan meminta adanya periode ketiga.

Saat permintaan itu disampaikan, Andi menyiapkan 7 opsi, salah satunya adalah opsi konstitusional dengan mengamandemen UUD 1945 dengan alasan kedaruratan. Kedaruratan yang dimaksud saat itu adalah pandemi Cocid-19 yang berimbas pada melemahnya perekonomian negara. Ditambah adanya masalah geopolitik Rusia-Ukraina dan AS-China yang menyebabkan pemulihan ekonomi tidak berjalan optimal.

“Ini yang relatif ideal untuk memperpanjang masa jabatan atau bahkan sampai tiga periode. Kalau memperpanjang masa jabatan pasti tidak pakai Pemilu, kalau tiga periode bisa lewat pemilu bisa juga tanpa pemilu,” kata Andi.

Jika UUD 1945 dikembalikan ke versi awal, maka ada dua konsekuensi. Pertama, masa jabatan presiden tidak dibatasi, kedua pemilu hanya memilih DPR kemudian MPR yang memilih Presiden.

Opsi lain yang disiapkan adalah opsi yang bersifat politis, yakni dekrit presiden. Namun opsi ini dinilai sangat berisiko.

Namun, dari ketujuh opsi yang disampaikan, keputusannya adalah tidak ada satupun yang dijalankan karena risiko politik yang terlalu besar, kemungkinan besar tidak akan didukung oleh masyarakat sipil, elemen mahasiswa, organisasi masyarakat, dan seterusnya.

Andi menyebut Jokowi sendiri lah yang memutuskan untuk tidak mengambil satu pun dari 7 opsi yang tersedia dan strategi difokuskan pada Pemilu 2024.

Di akhir masa kepresidenan Jokowi…

Dua bulan jelang lengser dari jabatan presidennya, Jokowi sempat menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas 10 tahun masa kepemimpinannya. Tanpa menyebut apa salahnya, ia mengakui dirinya bukan manusia sempurna sehingga tidak bisa menyenangkan semua pihak. Permohonan maaf disampaikan pada acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka di halaman depan Istana Merdeka (1/8/2024).

Menanggapi permohonan maaf tersebut, Andi Wijayanto menyebutnya sebagai sesuatu yang baik.

“Karena itu acaranya acara keagaman, jadi mungkin memang berasal dari karakter dasar individu ya, bagus untuk meminta maaf,mohon ampun gitu. Tapi di lain hal mungkin Pak Jokowi merasa memang ada beberapa kebijakan-kebijakannya yang tidak sepenuhnya berhasil mencapai sasaran atau kemudian memunculkan dilema-dilema bagi Indonesia termasuk Pemilu 2024,” sebut Andi.

Selanjutnya, Andi berharap Jokowi berhasil mengakhiri jabatannya dengan baik atau softlanding. Dan setelah purna tugas sebagai RI 1, Jokowi diharapkan kembali menjadi rakyat biasa, pulang ke Solo, berkumpul dengan keluarganya, dan melihat politik praktis yang terjadi dengan tetap mengambil jarak-jarak tertentu.

“Melihat apa yang dilakukan oleh Gibran sebagai wapres ataupun kalau misalnya Bobby atau Kaesang mendapatkan posisi kepala daerah, (melihat) dengan jarak-jarak politik tertentu,  melihat apa yang dilakukan oleh anak dan mantunya,” Andi menyampaikan harapannya.

Terakhir, Andi menyinggung soal kemungkinan hubungan antara Jokowi dan Prabowo. Keduanya disebut bisa semakin solid hingga Pemilu 2029 mengingat visi besar yang dibawa Prabowo dalam pemerintahannya adalah keberlanjutan dari pemerintahan Jokowi, namun bisa juga terjadi friksi atau perpecahan.

“Kita akan bisa melihatnya di susunan kabinet, kita akan bisa melihatnya di Pilkada 2024, kemudian konsolidasi partai-partai selama 2025. Dengan penilaian ini kita bisa langsung melihat ini akan soft landing, konsolidasi makin kuat, apakah kemudian terjadi friksi antara Pak Prabowo dengan Pak Jokowi,” sebut Andi di akhir dialog bersama BDM.

Dialog dalam versi utuh bisa disaksikan melalui video dalam tautan di bawah ini:


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *