“Melihat dinamika lokal masyarakat bawah, Indonesia sebenarnya takkan pernah putus harapan. Gotong royong bukan hanya slogan, melainkan memang hidup dalam masyarakat Indonesia….”
Isu politik di Ibu Kota terasa begitu pengap, terutama di media sosial. Saling maki, saling cerca, saling lapor, dan saling ancam terjadi. Elite politik meramaikan kontroversi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara, Penajam Paser Utara, di Kalimantan Timur. Itu terjadi di Jakarta dan sejumlah kota lain di Indonesia. Isu solidaritas dibawa pada solidaritas kedaerahan, solidaritas suku, dan solidaritas bahasa.
Di tempat kesendirian, saya mencoba menarik diri dari isu politik yang begitu pengap. Saya mencermati percakapan di grup Whatsapp, Sonjo Srikandi-1. Di dalam grup itu tak semuanya saling mengenal. Saya diundang masuk ke grup itu oleh Rimawan Pradiptyo, pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Grup itu beranggotakan sejumlah dokter puskesmas, lurah, sukarelawan kemanusiaan, dan profesi lain yang tak saya kenal.
Sonjo singkatan dari ”Sambatan Jogja”. Dimotori Rimawan Pradiptyo, doktor lulusan York University, Inggris. Ia mendalami game theory. Prof Rim—demikian Rimawan dipanggil di grup itu meski gelar guru besar belum diraihnya—disertai Lurah Sumbermulyo Ani Widayani dan Kepala Puskesmas Bambanglipuro dr Glory menjadi inisiator. Sambatan adalah kearifan lokal warga Yogyakarta yang punya makna gerakan membantu sesama.
Pada 30 Oktober 2021, saya pernah menulis tema sejenis berjudul, ”Suatu Senja di Ganjuran”. Kali ini saya menulisnya lagi ketika donatur jimpitan vaksinasi itu sudah mencapai lebih dari Rp 1 miliar secara akumulatif. Jumlah itu disumbangkan donatur kecil. Angka Rp 1 miliar memang terasa kecil dibandingkan dengan uang negara yang dikorup dalam kasus korupsi asuransi Jiwasraya atau Asabri. Dana jimpitan itu berasal dari rakyat biasa, yang bisa membantu vaksinasi 152.630 dosis. Jadi, rata-rata Rp 6.000 per dosis vaksin.
”Ini biaya vaksinasi termurah,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) saat datang melihat program ”Vaksinasi Jimpitan Plus” di Kelurahan Sumbermulyo, Kapanewon, Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta. ”Saya kagum dengan kerja sama rakyat Bantul. Saya bangga, berterima kasih ke lurah Sumbermulyo. Saya senang bisa hadir di acara Sonjo,” tulis BGS di papan pesan, yang kemudian juga ikut dalam program jimpitan.
Saya tak punya data berapa biaya per dosis vaksin. Vaksin disediakan pemerintah. Di Sonjo ditetapkan Rp 6.000 per dosis vaksin. Dana itu digunakan untuk biaya sewa peralatan kursi, biaya makan, dan sejenisnya. Tenaga pelaksana dari masyarakat lokal gratis. Bahkan, menurut Rimawan, biaya per dosis pernah bisa ditekan sampai Rp 4.500. Namun, agar bisa diterapkan di kawasan lain, ditetapkan sekitar Rp 6.000. Proposal permohonan dana jimpitan vaksinasi disampaikan Rimawan di grup WA. Setiap anggota grup bisa urunan.
Seusai meninjau program vaksinasi jimpitan Menkes Budi Gunadi Sadikin ikut menitipkan uang ke organisasi lokal guna dialokasikan untuk bergabung dalam vaksin jimpitan. Donasi yang yang diberikan tak besar dari Rp 1 juta hingga Rp 3 juta untuk banyak program. Di Sonjo, ada aturan tidak boleh satu donatur membiayai semuanya. Untuk berdonasi dibatasi. Pelaksanaan lelang jimpitan menggunakan sistem siapa cepat, dia berdonasi. Seusai program dilaksanakan, semuanya dipertanggungjawabkan secara transparan, termasuk nota dan penggunaannya. Semua anggota grup bisa mengawasi proposal, perencanaan, dan pertanggungjawaban.
Gotong royong warga untuk menolong sesama patut dicontoh. Suatu saat ada kebutuhan untuk ambulans dan kursi roda untuk menjemput orang tua lanjut usia untuk divaksin. Rimawan lalu menulis di grup. ”Kebutuhan 15 ambulans dan 5 kursi roda untuk vaksinasi jimpitan plus di Sumbermulyo, Jumat (21/01/22). Kagem bapak ibu perwakilan ambulans dan yang memiliki kursi roda, terdapat kebutuhan 15 ambulans dan lima kursi roda. Mohon bapak ibu berkenan mengisi nggih”.
”Tidak sampai dua hari semua kebutuhan itu terpenuhi,” kata Rimawan kepada saya. Dia mengatakan, ada grup WA Sonjo Transport di mana bergabung 66 lembaga dengan total 100 ambulans dan mobil. Bahkan, ada pula ambulans 4×4. ”Kami manfaatkan untuk vaksinasi di kawasan Kulon Progo yang medannya susah,” kata Rimawa. Melihat dinamika lokal masyarakat bawah, Indonesia sebenarnya takkan pernah putus harapan. Gotong royong bukan hanya slogan, melainkan memang hidup dalam masyarakat Indonesia. Bukan hanya di Yogyakarta, mungkin juga di daerah lain. Aksi gotong royong bukan hanya untuk mendapatkan sekadar ekspose media, melainkan dikerjakan secara konsisten.
Kata kuncinya adalah trust dan pemimpin. Pemimpin tidak harus seorang birokrat yang sangat terikat dengan regulasi yang amat ketat, tetapi pemimpin lokal yang memang punya niat. Kepala Puskesmas Bambanglipuro dr T Glory dan Lurah Sumbermulyo Ani Widayani adalah contoh pemimpin lokal yang berani mengambil prakarsa dan berinovasi menembus berbagai kendala, termasuk di dalamnya Kepala Dinas Kesehatan Bantul. Vaksin jimpitan, shelter desa untuk menampung warga terkonfirmasi Covid-19, adalah pemikiran dr Glory. ”Kami Sonjo mendukung dan menyempurnakannya,” kata Rimawan.
Gerakan vaksin jimpitan di daerah kecil sekaligus juga menjadi ajang pendidikan. Ajang pendidikan bagi anak-anak. Rimawan bercerita. Ada pesan diterimanya; Sabtu atau Minggu ada waktu selo? Saya sama anak saya mau silaturahmi ngasih donasi dari hasil lomba anak saya kemarin. ”Ini yang membuat saya mau nangis Mas, terharu. Ini anak ikut lomba, enggak ngomong ortunya, begitu menang mau donasi jimpitan. Besok akan ke rumah saya serahkan donasi. Saya ajak rekan Lazis NU karena saya tak boleh terima dana,” katanya.
Ruben A Gaztambide-Fernandez, guru besar di Universitas Toronto, Kanada, menulis di The Conversation, di seluruh dunia, ekspresi solidaritas lokal tampaknya menyebar seiring tiap orang memaknainya pada diri mereka sendiri dalam bertindak untuk orang lain yang membutuhkan. Namun, dia juga mengingatkan beberapa orang bisa menggunakan isu solidaritas untuk tujuan destruktif.
Semoga saja elemen bangsa ini lebih mengedepankan solidaritas positif untuk menolong sesama manusia. Sonjo menjadi salah satu contoh sinar solidaritas positif.
Budiman Tanuredjo, Kompas, 29 Januari 2022
Leave a Reply